Dark/Light Mode

Duta Besar Rusia Untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva

Dibombardir Sanksi Barat, Ekonomi Rusia Tetap Kuat

Rabu, 7 Februari 2024 06:30 WIB
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva saat diwawancarai tim Redaksi Rakyat Merdeka di Jakarta, Kamis 1/2/2023. Foto: KHAIRIZAL ANWAR/RAKYAT MERDEKA/RM.ID
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva saat diwawancarai tim Redaksi Rakyat Merdeka di Jakarta, Kamis 1/2/2023. Foto: KHAIRIZAL ANWAR/RAKYAT MERDEKA/RM.ID

 Sebelumnya 
Merespons tudingan mantan Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi bahwa Rusia memberikan pendanaan kepada demonstran pro-Palestina di AS beberapa waktu lalu, Vorobieva menyebut itu tak beralasan.

“Amerika Serikat selalu menganggap Rusia sebagai musuh. Namun, seburuk apa pun tuduhan terhadap Presiden kami, Rusia tetap negara besar,” ujarnya.

Sudah bukan rahasia jika Ru­sia selalu digambarkan media Barat sebagai negara antagonis. Meski demikian, menurut Voro­bieva, Rusia tetap teguh dengan pendiriannya bahwa semua negara memiliki hak atas kedaulatan masing-masing, tanpa campur tangan negara manapun.

Baca juga : Forum Rektor Indonesia Serukan Pemilu Damai Dan Aman, Demi Menjaga Persatuan

Berikut kutipan wawancaranya:

Perang Rusia Vs Ukraina dan isu Crimea, sangat kontroversial. Kenapa dua krisis itu terjadi?

Serangan militer sudah dijelas­kan Presiden hanya untuk me­lindungi negara kami. Melindungi warga di Donbass yang menderita akibat pembunuhan dan pengeboman dari wilayah Ukraina. Warga di sana kebanyakan adalah keturunan Rusia.

Baca juga : Antusias Warga Lihat Jokowi-Prabowo Makan Bakso Bareng: Semoga Tetap Merakyat

Bertahun-tahun kami berusaha mencari penyelesaian secara damai. Pada 2014, kami menga­jukan Kesepakatan Minsk, yang mengusulkan solusi damai atas konflik tersebut. Serangan pada 2014 bukan dimulai pihak Rusia. Saat Pemerintah baru Ukraina yang sangat anti-Rusia berkuasa, mereka mulai membatasi se­galanya yang berbau Rusia.

50 persen populasi di Donbass dan Crimea adalah keturunan Rusia. Warga di sana melakukan protes. Kami berupaya mencari solusi dengan dialog. Bukan­nya ikut berdialog, Ukraina malah mengirimkan pasukan militer mereka. Alhasil, pada 2014, Crimea pun memutuskan untuk bergabung dengan Rusia lewat referendum. Sayangnya, di Donbass, sejak 2014 hingga 2022, lebih dari 10 ribu warga yang tewas terbunuh. Tentu saja kami tidak bisa tinggal diam.

Apakah hal yang sama juga menyebabkan krisis Ukraina-Rusia sekarang?

Baca juga : Dubes RI Untuk Venezuela Edy Mulyono Saksikan Penandatanganan MoU Kerja Sama Migas

Kami terus berupaya menga­jak Ukraina untuk menggunakan Kesepakatan Minsk, tapi tidak didengar. Baru-baru ini, mantan Kanselir Jerman Angela Merkel secara terbuka mengatakan bahwa Jerman dan sponsor Barat tidak pernah berniat mengadopsi Kesepakatan Minsk.

Mereka hanya mencari waktu untuk mempersenjatai Ukraina. Jadi, semua krisis ini bukan ten­tang Ukraina. Karena kami ini sebenarnya serumpun. Kami menggunakan bahasa yang nyaris sama, memiliki tradisi sama, aga­ma yang sama. Ini semua hanya seputar konfrontasi Rusia oleh Barat. Barat di sini adalah Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.