Dark/Light Mode

Kalah Lagi Voting Brexit Di Parlemen

Perdana Menteri May Digoyang Mosi Tak Percaya

Kamis, 17 Januari 2019 16:04 WIB
Perdana Menteri (PM) Theresa May. (Foto : Istimewa).
Perdana Menteri (PM) Theresa May. (Foto : Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua partai oposisi pemerintah Inggris dari Partai Buruh, Jeremy Corbyn, mengajukan mosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri (PM) Theresa May, kemarin. Langkah ini menyusul kekalahan May dalam pemungutan suara soal rancangan undang-undang keluarnya dari keanggotaan Uni Eropa (Brexit/British Exit).

Mosi tidak percaya diajukan untuk menggulingkan May. Akibat kekalahan May, Selasa (15/1) waktu setempat, kesepakatan Brexit kian tidak jelas. Padahal, undang-undang (UU) Brexit harus rampung pada 29 Maret mendatang. Kesepakatan Brexit hasil dari referendum pada 2016. Langkah yang membuat Inggris memutuskan untuk hengkang dari Uni Eropa.

Pemungutan suara mosi tidak percaya dikabarkan akan berlangsung hari ini sekitar pukul 19.00 waktu London atau 02.00 WIB. Berdasarkan UU Parlemen Tetap 2010, pemilihan umum akan digelar dalam dua pekan jika pemerintah kalah dalam mosi tidak percaya.

Jika kejadian, pemerintahan May memiliki waktu 14 hari berupaya mendapatkan kembali dukungan dari Majelis Rendah Parlemen. Namun, jika pemerintah tetap tak bisa meraih dukungan penuh majelis rendah, Corbyn bisa membuat koalisi baru dengan partai oposisi lainnya untuk merebut kursi PM dan pemerintahan.

Baca juga : Menteri Sofyan Perintahkan Pemda Percepat Perda RTR

Meski mosi tak percaya diprediksi bakal gagal, pemerintahan May saat ini bertahan dengan dukungan minoritas di parlemen dengan hanya mengandalkan dukungan dari Partai Persatuan Demokratik Irlandia Utara (DUP).

May sebelumnya lolos dari mosi tidak percaya yang dilayangkan anggota parlemen dari partainya pada pertengahan Desember lalu. Mosi tidak percaya itu diajukan dengan alasan serupa.

Sejak 1900, pemerintah Inggris tercatat pernah tiga kali kalah dalam mosi tidak percaya. Kekalahan kedua terjadi pada 1924 dan terakhir pada 1979.

Pada 1979, PM Inggris saat itu, Jim Callaghan, kalah dalam mosi tidak percaya dengan selisih tipis 311-310 suara. Saat itu, Callaghan segera meminta pemilihan umum digelar yang akhirnya membawa Partai Konservatif di bawah kepemimpinan mendiang Margaret Thatcher.

Baca juga : Prabowo Mengejar, Jokowi Tak Terkejar

Brexit Mati?

Kekalahan voting di parlemen merupakan pukulan bagi May. Dia telah menghabiskan lebih dari dua tahun menuntaskan kesepakatan dengan Uni Eropa, yang mengatur tentang lepasnya Inggris dari Uni Eropa.

“Kesepakatan Brexit pada dasarnya sudah mati,” kata Anand Menon, profesor politik Eropa dan urusan luar negeri di King’s College London. “Anggota parlemen Uni Eropa dan Inggris akan mempertimbangkan kesepakatan itu, sehingga Inggris tidak akan memiliki kebijakan Brexit dan tidak ada alternatif yang layak untuk kebijakan Brexit,” kata Menon kepada Reuters.

Sejak rakyat Inggris memilih untuk meninggalkan Uni Eropa melalui referendum pada Juni 2016 dengan hasil 52 persen banding 48 persen, para elite politik telah memperdebatkan bagaimana cara meninggalkan Uni Eropa.

Baca juga : Dua Menteri Jokowi Dikepung Lima Petahana

Banyak penentang Brexit berharap, kekalahan May pada akhirnya akan mengarah ke referendum lain mengenai keanggotaan UE. Namun para pendukung Brexit, Brexiteers mengatakan, menggagalkan kehendak 17,4 juta orang dapat meradikalisasi sebagian besar pemilih. [DAY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.