Dark/Light Mode

Gelar Referendum Di Mindanao

Duterte Mau Tiru Aceh

Selasa, 22 Januari 2019 08:10 WIB
Puluhan warga berkumpul di TPS  a di Cotabato, Filipina selatan. Referendum secara keseluruhan berjalan lancar. (Foto EPA)
Puluhan warga berkumpul di TPS a di Cotabato, Filipina selatan. Referendum secara keseluruhan berjalan lancar. (Foto EPA)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah Filipina menggelar referendum tentang perluasan otonomi di daerah mayoritas muslim, Mindanao. Referendum berlangsung damai tanpa bentrokan. Presiden Filipina Rodrigo Duterte sepertinya mau meniru Aceh.

Apa yang dilakukan Duterte ini mirip-mirip dengan apa yang terjadi di Aceh, ketika ramai separatisme Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Muncul istilah referendum, namun akhirnya bisa diredam dengan menjadikan Bumi Serambi Mekah itu sebagai Daerah Istimewa (DI) Aceh.

Seperti GAM di Aceh, di Mindanao juga terdapat kelompok bersenjata. Namanya, kelompok pemberontak Front Pembebasan Islam Moro (MILF). Pemerintah, telah memutuskan berdamai dengan pemberontak dan menggelar referendum.

Baca juga : Duterte Niru Soeharto

Rakyat Mindanao diminta memilih, apakah perlu perluasan otonomi di daerah mayoritas muslim atau tidak. Perjanjian ini tertuang dalam Undang-Undang Organik Bangsamaro. Pemungutan suara ini dianggap sebagai salah satu kemajuan besar dalam upaya untuk mengakhiri konflik yang sudah berkecamuk di selatan Filipina selama beberapa dekade.

“Kami bersemangat menggunakan hak suara kami. Kami tentu akan memilih ‘Ya’ untuk perdamaian,” ujar seorang warga Mindanao, Baimon Kambal Makakua, kepada Channel NewsAsia.

Seorang warga bernama Jembrah Abas, juga mengaku akan memilih karena sudah muak dengan konflik puluhan tahun. “Saya lelah dengan semua kekerasan ini karena ayah saya juga menjadi salah satu korban,” katanya kepada AFP.

Baca juga : PM Australia Recoki Jokowi

Komisi Pemilihan Umum Filipina mengharapkan 75 persen jumlah pemilih ikut berpartisipasi memberikan hak suaranya. Undang-undang ini sebenarnya telah diberlakukan tahun lalu, namun ada prasyarat ratifikasi oleh konstituen wilayah yang ingin bergabung sehingga tertunda awal 2019.

Seperti diketahui, MILF merupakan organisasi yang memisahkan diri dari Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF). Organisasi ini telah mencari kemerdekaan di Pulau Mindanao selatan yang bergolak dari 1976, ketika memasuki perjanjian damai dengan pemerintah. Hal itu menyebabkan ketidakpuasan di antara beberapa anggota yang mengarah pada pembentukan MILF. Meski demikian, fakta antara MNLF dan Pemerintah Filipina telah mengarah pada pembentukan Daerah Otonomi Muslim Mindanao, yang sebagian besar dianggap sebagai percobaan gagal sebab tidak mampu memadamkan pemberontakan bersenjata di wilayah tersebut.

Sebelumnya, Al Haj Murad Ebra- him, eks pemimpin MILF, menemui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Jakarta untuk belajar mengenai proses rekonsiliasi, seperti yang terjadi di Aceh. “MILF dalam kunjungannya ke sini untuk belajar proses perdamaian yang berhasil dilakukan seperti rekonsiliasi di Aceh,” kata Jubir Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir.

Baca juga : Serikat Buruh Tunisia Umumin Mogok 2 Hari

Lebih dari satu dekade, MILF mela- kukan pemberontakan terhadap pemerintah demi mendirikan negara sendiri. Namun, pertumpahan darah berangsur berubah menjadi dialog politik. Tun- tutan mendapatkan negara merdeka pun sudah berubah menjadi keinginan memiliki otonomi di daerahnya sendiri, mirip GAM di Aceh. Meski MILF telah berdamai, wilayah di selatan Filipina masih bergejolak lantaran masih ada sejumlah separatis, pemberontak, hingga kelompok militan lainnya yang memiliki kepentingan di Asia Tenggara.[BSH]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.