Dark/Light Mode

Angka Kematian Akibat Coronavirus Tembus 80, China Larang Perdagangan Satwa Liar

Senin, 27 Januari 2020 11:07 WIB
Pasar Huanan di Wuhan (Foto: SCMP)
Pasar Huanan di Wuhan (Foto: SCMP)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah China akhirnya resmi melarang perdagangan satwa liar pada Minggu (26/1), menyusul semakin merajalelanya virus Korona jenis baru, yang ditengarai berasal dari hewan liar.

Larangan ini baru akan berakhir, bila wabah nasional itu dinyatakan berakhir.

Otoritas kesehatan setempat mengaitkan satwa eksotis yang dijual di pasar basah Wuhan, sebagai sumber virus Korona jenis baru yang saat ini telah menjangkiti 2.744 orang, dan mengakibatkan 80 orang meregang nyawa di China daratan.

Di seluruh penjuru dunia, ada 2.800 orang terinfeksi virus tersebut.

Baca juga : Atasi Wabah Coronavirus, Beijing Gunakan Obat-obatan HIV

Tak hanya melarang perdagangan satwa liar, pemerintah China juga akan mengkarantina pusat-pusat pembiakan satwa liar tersebut, menegakkan peraturan dengan ketat, mengingatkan masyarakat agar berhenti menyantap satwa liar.

“Masyarakat harus benar-benar memahami risiko kesehatan yang muncul akibat menyantap satwa liar. Stop makan daging hewan buruan. Hiduplah dengan sehat,” imbau tiga agen pemerintah: Lembaga Negara untuk Regulasi Pasar, Kementerian Pertanian dan Pedesaan, serta Lembaga Kehutanan dan Padang Rumput Nasional China dalam pernyataannya, Minggu (26/1).

Kebijakan ini tak lepas dari permohonan 19 ilmuwan terkemuka yang menyerukan penghapusan konsumsi dan perdagangan satwa liar, melalui platform serupa Twitter, Weibo, Jumat (24/1).

Kelompok ilmuwan itu mengaitkan kemunculan penyakit infeksi virus yang berasal dari hewan, telah memicu beragam penyakit seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), H7N9 flu burung, dan sindrom pernapasan Timur Tengah.

Baca juga : Angka Kematian Akibat Coronavirus di China Daratan, Naik Jadi 56, Total Kasus 1.975

“Mengontrol atau bahkan menghilangkan kebiasaan menyantap satwa liar, serta menyetop untuk memperjualbelikannya, tak hanya merupakan suatu bentuk proteksi ekologis. Lebih dari itu, hal ini sangat membantu mengontrol risiko kesehatan masyarakat. Risiko penularan penyakit berkembang, seiring meningkatnya kontak antara manusia dan hewan,” jelas kelompok ilmuwan tersebut.

Eratnya kaitan antara daging hewan buruan, perlakuan terhadap satwa liar, dan merebaknya virus Wuhan telah diduga sejak pertama kali virus tersebut menyebar pada akhir Desember 2019.

Wabah ini memiliki kesamaan dengan virus SARS yang merajalela pada tahun 2002-2003. Ketika itu, virus SARS dikaitkan dengan musang kelapa yang banyak dijual di pasar basah di Provinsi Guang Dong, tak jauh dari Hong Kong.

Sejumlah studi menunjukkan, virus Wuhan dan SARS ternyata memiliki nenek moyang yang sama, yakni virus betacorona ditemukan pada kelelawar. Namun, virus itu tidak bisa ditularkan ke manusia tanpa perantara.

Baca juga : Cegah Virus Corona, Jokowi: Cek Setiap Orang yang Datang dari Luar Negeri

Sampai saat ini, para peneliti masih berusaha mencari tahu, hewan mana yang bertanggung jawab atas penyebaran virus Korona Wuhan.

Pekan lalu, sebuah studi yang dirilis oleh sekelompok ilmuwan China menduga, virus itu dibawa oleh ular. Jika benar, maka ular adalah reptil pertama yang menjadi tuan rumah bagi jenis patogen ini. [HES]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.