Dark/Light Mode

Paparkan Sejarah Hubungan Kedua Negara

Prof McMahon: Amerika Lihat Indonesia Seperti Bercermin

Jumat, 22 Februari 2019 07:32 WIB
Robert J McMahon
Robert J McMahon

RM.id  Rakyat Merdeka - Siapa sangka Amerika Serikat (AS) punya andil dalam sejarah Indonesia di awal masa kemerdekaannya. Sejarawan Amerika Serikat dari Ohio State University Robert J McMahon berkesempatan berbagi sudut pandangnya mengenai sejarah hubungan kedua negara. Kedatangannya ke Jakarta merupakan bagian dari rangkaian menyambut 70 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-AS.

“Ini adalah sudut pandang seorang sejarawan melihat hubungan kedua negara yang sudah berjalan 70 tahun. Ada masa-masa indah, masa-masa kelam. Saya ingin berbagi sedikit potongan sejarah yang mungkin tidak banyak ingat,” ujar McMahon dalam press rountable discussion di pusat kebudayaan Amerika Serikat @america di Pacific Place, Jakarta, kemarin.

McMahon menyebut Washington memiliki andil dalam mendukung Indonesia di masa awal kemerdekaan. Memang, meski Indonesia resmi merdeka pada 17 Agustus 1945, ternyata Belanda masih belum bisa move on dan terus berusaha menguasai Indonesia dengan berbagai upaya.

“Kami melihat Indonesia berupaya meraih kemerdekaan dengan susah payah. Sementara Belanda masih saja tidak mau menyerahkan kedaulatan ke Indonesia meski didera sekian banyak serangan dari pasukan gerilya Indonesia,” ujar Profesor asal New York itu memulai penjelasannya.

Baca juga : PDIP: Menteri Amran Berhasil Terjemahkan Keinginan Jokowi

Sebagai salah satu negara yang saat itu banyak menerima bantuan ekonomi dari AS, Belanda, katanya, dinilai sebagai ‘anak nakal.’

“Belanda saat itu masih melakukan agresi militer ke Indonesia. Banyak negara mengecam langkah itu. Inggris, Australia dan kami. Kami memutus aliran bantuan kami ke Belanda dan mendukung Indonesia mendapatkan kemerdekaannya dengan utuh,” terangnya.

Banyak upaya AS untuk membantu Indonesia meraih kemerdekaannya secara utuh. “Salah satunya diplomat kami dan diplomat Belanda mengadakan pembicaraan di luar Washington untuk membahas penyerahan kedaulatan kepada Indonesia tanpa syarat,” bebernya.

Alhasil, pada akhir 1949, Indonesia-Belanda menandatangani perjanjian Meja Bundar di Den Haag yang memaksa Belanda benar-benar menyerahkan kedaulatan Indonesia.

Baca juga : Studi Bahasa Indonesia Di Australia Sepi Peminat

“Di Jakarta, Desember 49, usai penandatanganan perjanjian tersebut, Soekarno kembali ke ibukota, saat itu masih disebut Batavia, dan berangkat menuju Lapangan Merdeka. Ini adalah momen luar biasa bagi generasi saat itu,” ujar McMahon. Dia menggambarkan, sesampainya Soekarno di lokasi yang kini disebut lapangan merdeka, bendera Belanda diturunkan dan diganti dengan Merah Putih.

"Sekitar 200 ribu orang berkumpul di sana dan menyanyikan lagu kebangsaan. Suasananya bikin merinding saking khidmatnya," ujarnya.

Setelah momen itu, hubungan Indonesia-AS mengalami masa pasang surut. Mulai dari berkembangnya Partai Komunis Indonesia. "Saat itu kami khawatir dengan perkembangan Partai Komunis Indonesia. Selain itu, setelah pembunuhan Presiden Kennedy, hubungan kita makin buruk," lanjutnya. Namun, kini, hubungan kedua negara terus membaik dan makin erat.

"AS tidak lagi melihat Indonesia sebagai negara yang perlu dibantu. Tapi lebih sebagai partner," ujarnya. Perkembangan Indonesia menjadi negara demokrasi usai kepemimpinan Soeharto pun membuat AS seperti sedang berkaca.

Baca juga : Gowes Sepeda 18 KM, Mahathir Masih Nyetir

"Indonesia makin demokratis. Politisinya makin terbuka dalam berpendapat, medianya tidak dikekang, investor asing masuk dengan nyaman. Kami seperti melihat diri kami di Indonesia," simpulnya.[DAY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.