Dark/Light Mode

Sehari Di Putrajaya (1)

Gowes Sepeda 18 KM, Mahathir Masih Nyetir

Jumat, 22 Februari 2019 07:17 WIB
Pemred Rakyat Merdeka Riki Handayani dan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad dalam pertemuan di Putra Jaya, Malaysia. (IST)
Pemred Rakyat Merdeka Riki Handayani dan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad dalam pertemuan di Putra Jaya, Malaysia. (IST)

RM.id  Rakyat Merdeka - Juli nanti, Perdana Menteri Malaysia (PM) Mahathir Mohamad genap berusia 94 tahun. Lebih tua dari Kiai Ma’ruf Amin (74 tahun), juga lebih senior dari Mbah Moen (90 tahun). Di Putrajaya yang monumental, Selasa (19/2), pria yang akrab disapa “Dr M” ini bicara banyak hal soal Malaysia dan tetangga dekatnya. Bicara soal dirinya. Bicara soal janjinya. Diutarakan dengan serius dan santai kepada Ismawi (Ikatan Setia Kawan Wartawan Malaysia-Indonesia).

Dua kali, kaki saya menginjak lan- tai Putrajaya. Tempat ngantornya PM. Tempat dinasnya para menteri. Tempat kerjanya para PNS. Dua kali itu juga saya masuk “Istananya” PM. Pertama, saya masuk lewat pintu rakyat pada umumnya. Masuk pintu resepsionis. Tukar paspor baru dapat ID card. Tanpa dipandu seorang pun. Bermodal petunjuk arah. Saya menyusuri lorong-lorong. Sepi. Tak ada orang. Tak ada lukisan. Putih catnya. Kacanya tidak bening karena kecipratan air hujan.

Kedua, saya masuk lewat pintu istimewa. Tiga hari yang lalu itu. Turun dari mobil. Naik lift ke lantai 3. Langsung sampai ke ruang kerjanya Dr M. Simpel. Tak ada protokoler. Tak ketemu banyak Paspampres. Apalagi ribet dengan metaldetektor. Ruang tunggunya juga sama. Tak banyak yang bisa dilihat. Tak ada spot yang instagramable. Cuma ada satu mimbar yang mungkin biasa dipakai Dr M untuk konferensi pers. Kayu cokelat. Ada micnya. Ada bendera Malaysia-nya. Itu saja. Cuma itu yang bisa dipakai narsis-narsisan. Lainnya: biasa saja. Mejanya bundar. Kayunya bukan jati. Seperti meja untuk makan. Tapi, tak ada makanan apa-apa.

Baca juga : Mahathir: Masih Suka Balapan?

Dari jendela, baru terlihat pemandangan yang bikin mata terbelalak. Komplek Putrajaya benar-benar istimewa. Desainnya. Tata kotanya. Jembatannya. Kolam buatannya, ah…pokoknya bikin iri.

Kenapa Jonggol yang dulu mau dibikin seperti Purajaya oleh Pak Harto tidak jadi? Apakah ibukota Negara baru yang diwacanakan Pak Jokowi di luar Jawa itu, bisa ngalahin Putrajaya? Pertanyaan itu tak terjawab karena keburu dipanggil protokoler. “Pak Mahathir segera turun.”

Keluar dari lift. Dr M jalan tegap. Posturnya sempurna (untuk ukuran seusianya). Badannya tinggi. Perutnya rata. Cukup atletis. Matanya tajam. Senyumnya mengembang. Berjalan menyalami satu per satu tamunya. Bukan tamunya yang diminta menyala- minya. Tangannya lembut tapi kepalan tangannya berotot.

Baca juga : Dua WNI Jadi Korban Mutilasi Di Malaysia

“Saya masih nyetir sendiri. 2 jam bawa kereta, masih bersepeda 18 km,” kata Dr M mengungkapkan fitalisnya yang masih oke.

Tapi, jangan lagi paksa Dr M naik kuda. Apalagi naik gunung. Dua hobi yang lama dia gemari itu sudah lama ditinggalkannya.

“Kuda saya sudah ketuaan, tak lagi benar untuk dinaiki,” katanya berkelakar.

Baca juga : Tidak Perlu Khawatir Demo Rompi Kuning

“Naik gunung? Dulu, sampai ke Argentina,” kenangnya.

Tak lagi berkuda. Tak lagi naik gunung. Dr M menjaga kesehatannya hanya lewat nyetir dan bersepeda. Dr M juga hanya makan secukupnya ketika lapar. Lalu berhenti sebelum kenyang. Terakhir, tidur cukup 4 jam. Itu lah yang membuat Dr M tetap sehat dan bugar di usia manulanya. Mungkin karena itu, Dr M masih bisa berdiri tegap satu jam lebih di satu acara. Di outdoor. Di tengah terik matahari. Dia berdiri tegap, sementara ada rakyatnya yang pingsan tak kuat menahan panasnya matahari. [RCH]/Bersambung

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.