Dark/Light Mode

Saudi Mau Buka Hubungan Diplomatik dengan Israel, Syaratnya...

Jumat, 21 Agustus 2020 22:57 WIB
Pangeran Turki al-Faisal [Foto: alarab.co.uk]
Pangeran Turki al-Faisal [Foto: alarab.co.uk]

RM.id  Rakyat Merdeka - Arab Saudi bisa saja menormalisasi hubungan dengan Israel. Syaratnya, negara Palestina mesti berdaulat dulu. Dan, Yerusalem mesti jadi ibukotanya.

Hal ini ditegaskan oleh anggota senior keluarga kerajaan Saudi, Pangeran Turki al-Faisal, Jumat (21/8/2020), seperti dikutip kantor berita Reuters melalui kantor berita Al Jazeera.

Pernyataan ini tampaknya menanggapi Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang Rabu (19/8/2020) lalu mengatakan, dia mengharapkan Arab Saudi bergabung dengan kesepakatan yang diumumkan minggu lalu oleh Israel dan Uni Emirat Arab (UEA), untuk menormalkan hubungan diplomatik.

UEA merupakan negara Arab ketiga dalam lebih dari 70 tahun yang menjalin hubungan penuh dengan Israel. Di bawah kesepakatan yang ditengahi AS, Israel untuk sementara menangguhkan rencana mencaplok permukiman di Tepi Barat yang didudukinya. Palestina menegaskan, wilayah ini masuk bagian rencana negaranya di masa depan.

Baca juga : 9 Anggota Kompolnas Dilantik di Istana Negara

UEA sendiri mengatakan komitmen Israel telah menghidupkan kemungkinan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina.

Sementara Israel, sampai sekarang tidak memiliki hubungan formal dengan negara-negara Teluk Arab. Namun di sisi lain, Israel dan UEA punya sikap yang sama dalam menghadapi pengaruh Iran di kawasan Teluk.

Kesepakatan Israel-UEA ini menimbulkan spekulasi, bahwa negara-negara Teluk Arab yang didukung AS mungkin juga akan menyusul langkah UEA. Namun Pangeran Turki mengatakan, Arab Saudi, sebagai kekuatan Teluk Arab terbesar, pihaknya mengharapkan kebijakan yang lebih tinggi dari Israel terkait masalah Palestina ini.

"Setiap negara Arab yang mempertimbangkan untuk mengikuti UEA, harus menuntut imbalan harga. Dan harganya mahal," tulis mantan Duta Besar untuk Washington itu, di surat kabar Saudi, Asharq al-Awsat.

Baca juga : Amerika Janjikan Warga Muslim Bebas Kunjungi Masjid Al-Aqsa

"Kerajaan Arab Saudi telah menetapkan harga untuk menyelesaikan perdamaian antara Israel dan Arab –yaitu pembentukan negara Palestina yang berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya, sebagaimana diatur oleh inisiatif almarhum Raja (Saudi) Abdullah," lanjutnya.

Rencana yang menjadi sikap Liga Arab pada 2002 itu, menawarkan hubungan normalisasi Israel dengan imbalan penarikan Israel dari semua wilayah -Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur yang diduduki- yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967, dan wilayah itu akan menjadi sebuah negara Palestina.

Tetapi mantan Kepala Intelijen Saudi itu juga mengaku memahami sikap UEA. Dia menilai, negara sahabat Saudi itu telah mengamankan syarat utama, yaitu penghentian rencana aneksasi oleh Israel.

Dalam reaksi Saudi pertama terhadap kesepakatan UEA-Israel, Menteri Luar Negeri Faisal bin Farhan mengatakan pada Rabu (19/8/2020), bahwa Riyadh tetap berkomitmen pada inisiatif perdamaian Arab.

Baca juga : Tips Buat Konten Kreatif Dengan Smartphone

Meski saat ini tak lagi memegang jabatan khusus di pemerintahan Raja Salman, Pangeran Turki masih tetap berpengaruh, dengan posisinya kini sebagai Ketua Pusat Penelitian dan Studi Islam Raja Faisal. DAY

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.