Dark/Light Mode

FPCI Desak Militer Myanmar, Untuk Segera Bebaskan Aung San Suu Kyi Dan Tahanan Politik Lainnya

Rabu, 3 Februari 2021 11:03 WIB
Pendiri FPCI sekaligus mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal (Foto: Istimewa)
Pendiri FPCI sekaligus mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), yang merupakan perkumpulan hubungan internasional terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara menyatakan keprihatinannya, terhadap kondisi politik Myanmar yang semakin merosot.

FPCI menilai, penahanan Daw Aung San Suu Kyi beserta sejumlah tokoh politik pasca pemilihan umum November 2020, merupakan langkah mundur dari proses konsolidasi demokrasi Myanmar, yang dalam beberapa tahun terakhir terus diwarnai berbagai tantangan.

"Pengambilalihan kekuasaan oleh militer serta penerapan darurat nasional selama satu tahun, adalah tindakan yang tidak memiliki dasar hukum, politik dan moral yang kredibel," ujar FPCI dalam keterangan resmi yang diterima RM.id, Rabu (3/1).

Baca juga : Militer Myanmar Tutup Bandara Internasional Yangon Sampai Mei

Aksi ini hanya akan menambah preseden buruk bagi proses nation-building Myanmar.

"Kami menyadari bahwa banyak pemilu di dunia yang tidak sempurna dan bermasalah – yang dibebani suasana kecurigaan, kesalahan, dan saling tuding. Namun, dalam kehidupan demokrasi tidak boleh ada sengketa pemilu yang diselesaikan melalui intervensi militer, dalam bentuk apa pun," papar FPCI.

Penyelesaian sengketa hanya dapat dilakukan oleh komisi pemilihan umum atau suatu mahkamah konstitusi.

Baca juga : Indonesia Tak Seperti Myanmar, Pengamat: Tentara Jangan Digoda Politik

Militer Myanmar tidak boleh menjadi hakim ataupun penentu dalam pemilu. Proses pembangunan demokrasi di Myanmar, justru memerlukan pihak militer untuk meninggalkan politik praktis. Bukannya semakin memperkuat cengkeraman politiknya.

"Perlu diingat bahwa Indonesia, seperti Myanmar, juga pernah mengalami berbagai tantangan berat di awal masa transisi demokrasi — krisis moneter, separatisme, institusi yang masih lemah, instabilitas politik, konflik sosial, terorisme dan lain-lain. Namun, kami di Indonesia, tidak pernah kehilangan keyakinan pada demokrasi dan tidak pernah berupaya balik arah," jelas FPCI.

Tak cuma itu. Militer Indonesia juga dengan pasti meninggalkan pentas politik secara permanen dan total, dan berubah menjadi militer professional yang tunduk pada pemerintahan sipil dan bahkan menjadi pelindung demokrasi.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.