Dark/Light Mode

Memperingati Hari Solidaritas Kashmir 5 Februari

Kami Menanti Peran Pro Aktif Indonesia

Sabtu, 6 Februari 2021 05:10 WIB
Duta Besar Duta Besar Republik Islam Pakistan, Muhammad Hassan di kantornya, di kawasan Mega Kuningan, Jakarta. (Foto : Rusma/Rakyat Merdeka/RM.id).
Duta Besar Duta Besar Republik Islam Pakistan, Muhammad Hassan di kantornya, di kawasan Mega Kuningan, Jakarta. (Foto : Rusma/Rakyat Merdeka/RM.id).

 Sebelumnya 
Lalu, bagaimana perkem­bangan terkini di Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam upaya mencari solusi atas masalah Kashmir ini?

Untuk menempatkan segala sesuatunya dalam perspektif­nya, izinkan saya secara singkat membahas sejarah keterlibatan PBB dalam masalah Kashmir.

Setelah secara paksa men­duduki sebagian Jammu dan Kashmir pada 1947, India meng­hasilkan instrumen palsu anek­sasi wilayah tersebut ke India oleh penguasa Hindu saat itu.

Baca juga : Pemerintah Berupaya Menjaga Ketersediaan Pangan Selama Pandemi

Orang-orang Kashmir mem­protes pengkhianatan pengua­sa mereka dan membebaskan bagian dari wilayah itu, yang sekarang disebut Azad Kashmir. India mencoba memvalidasi instrumen palsu aneksasi dengan merujuknya ke PBB dan melaporkan masalah tersebut ke Dewan Keamanan PBB pada 1 Januari 1948.

DK PBB mengaku kasus tersebut dalam agendanya dan membentuk Komisi PBB untuk India dan Pakistan [United Na­tions Commission for India and Pakistan (UNCIP)], melalui Resolusi 47 tanggal 21 April 1948. Resolusi tersebut mem­berlakukan gencatan senjata segera, penarikan pasukan oleh India dan Pakistan dan men­gadakan pemungutan suara dan rakyat Jammu dan Kash­mir sendiri yang memutuskan, apakah mereka ingin bergabung dengan India atau Pakistan.

Untuk memastikan keaman­an di sepanjang garis kendali, baik Pakistan dan India men­erima solusi yang diusulkan oleh DK PBB.

Baca juga : Industri Animasi Diminta Bantu Kampanyekan Pariwisata Indonesia

India, bagaimanapun, bela­kangan menarik janjinya dan memulai pemerintahan pen­indasan terhadap orang-orang Kashmir.

Pada 1951, Dewan Keaman­an mengeluarkan Resolusi 91 (1951) dan membentuk Kelom­pok Pengamat Militer PBB di India dan Pakistan [United Na­tions Military Observer Group in India and Pakistan (UN­MOGIP)], untuk mengamati dan melaporkan pelanggaran gencatan senjata.

Namun, kebiadaban India terhadap orang-orang Jammu dan Kashmir telah berlangsung sejak 1947.

Baca juga : Naik, Manufaktur Indonesia Lampaui Vietnam Dan Thailand

Pada 5 Agustus 2019, India secara sepihak dan illegal men­cabut status khusus Jammu & Kashmir dan mengumumkan percabangan negara bagian menjadi dua Wilayah Persatuan J & K dan Ladakh.

Pakistan mendekati Dewan Keamanan PBB untuk melawan tindakan “illegal” India yang melanggar resolusi PBB yang relevan. Akibatnya, DK PBB hingga saat ini mengadakan em­pat pertemuan tertutup tentang Jammu dan Kashmir.

Dewan yang menangani sengketa Jammu & Kashmir adalah penegasan yang jelas tentang sta­tus sengketa Jammu & Kashmir dan keseriusan situasi di lapangan. Pakistan menyambut baik per­temuan yang diadakan di Dewan Keamanan PBB untuk membahas sengketa Jammu dan Kashmir, sebagaimana adanya tanda soli­daritas masyarakat internasional dengan masyarakat Jammu dan Kashmir yang diduduki secara illegal oleh India.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.