Dark/Light Mode

Opini

Target NDC Dan Kebijakan Iklim Indonesia

Kamis, 15 April 2021 16:08 WIB
Duta Besar Denmark untuk Indonesia Lars Bo Larsen dan Tomas Anker Christensen, Climate Ambassador of Denmark. (Foto RM.id)
Duta Besar Denmark untuk Indonesia Lars Bo Larsen dan Tomas Anker Christensen, Climate Ambassador of Denmark. (Foto RM.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Negara yang tergabung dalam Paris Agreement sepakat untuk menahan laju peningkatan temperatur global di bawah 2 derajat Celcius, dan berupaya membatasi perubahan temperatur hingga 1,5 derajat Celcius.

Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), dunia harus mencapai “climate neutrality” pada 2050 untuk tetap berada di jalur 1,5 derajat Celsius, dan negara-negara yang menyumbang lebih dari 65 persen emisi global dan ekonomi global telah menetapkan target “Net Zero Emissions”. Yaitu kondisi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang diproduksi dari kegiatan sehari-hari bisa di- hilangkan dengan upaya-upaya pengurangan.

Indonesia telah menetapkan target Nationally Determined Contribution (NDC), yaitu komitmen setiap negara terha- dap Persetujuan Paris (Paris Agreement/COP 21), untuk penurunan emisi GRK sebesar 29 persen dengan upaya sendiri, dan sebesar 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

Lebih lanjut, Indonesia juga telah menyiapkan Long Term Strategy (LTS) hingga 2070, mencapai target “Net Zero Emissions” seperti yang telah dilakukan negara-negara ekonomi besar lainnya. Namun, target tersebut dinilai tidak ambisius dibanding negara lain yang telah berjanji mencapai carbon neutral atau Net Zero Emissions seperti halnya Uni Eropa pada 2050, dan China pada 2060.

Negara-negara di Eropa saat ini tengah menjalani transisi hijau dalam bidang ekonomi, produksi energi, industri, transportasi dan pemanfaatan lahan yang akan membuat negara-negara di Eropa terlepas dari bahan bakar fosil dan mampu meningkatkan kesejahteraan, lapangan pekerjaan, dan ketahanan energi.

Baca juga : Kejar Target Zakat Rp 300 T, BAZNAS Gandeng Bank Syariah Indonesia

Faktanya, Indonesia punya banyak kesempatan untuk melampaui ambisinya dan mengikuti transisi hijau. Dengan po- tensi kapasitas energi terbarukan (ET) yang sangat besar, sekitar 417 GW, dan minat pembiayaan internasional yang tinggi untuk pengembangan ET saat ini.

Indonesia dapat meningkatkan  pangsa ET dengan potensi penghematan tahunan sekitar 29 juta dolar AS pada 2030 dari produksi energi. Arus pendanaan global akan melirik ke pasar dengan tingkat risiko yang lebih rendah dan hasil yang lebih tinggi. Komitmen transisi energi yang berani adalah kunci bagi Indonesia, untuk menarik investasi asing.

Ada sejumlah alasan mengapa Indonesia harus mempertegas potensi ET dan komitmen politiknya di tahun 2021. Pertama, Indonesia dapat menunjukkan kepemimpinan hijaunya seperti negara-negara lain di Asia setelah perubahan pemerintahan AS dalam pendekatan iklim mereka. Konferensi Iklim PBB pada Oktober tahun ini di Glasgow akan menjadi wadah bagi seluruh negara ekonomi besar untuk menyatakan komitmen transisi hijaunya.

Kedua, Indonesia akan memimpin G20 tahun depan, sekaligus menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi semua pemimpin dunia, termasuk AS dan China. Terdapat banyak perselisihan pendapat antara keduanya, namun nampaknya kedua negara dapat bekerja sama dalam penanggulangan perubahan iklim. Indonesia harus mempersiapkan diri untuk bergabung dengan mereka.

Ketiga, Covid-19 dan kesulitan keuangan Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang disebabkan rendahnya permintaan listrik. Hal ini membuka kesempatan restrukturisasi sistem energi dan pentingnya untuk mempertimbangkan subsidi yang lebih berkelanjutan, baik secara iklim maupun finansial.

Baca juga : Duta Besar Berbagi Pengalaman Di Universitas Islam Indonesia

Menjelang COP 26 dan kepemimpinan G20, Denmark dan Indonesia akan berpartisipasi dalam Top 40 Climate Summit pada 22 April yang diselenggarakan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden. Hal ini akan memberikan kesempatan unik bagi Indonesia untuk meningkatkan ambisi iklimnya dan menyelaraskannya dengan komitmen internasional.

Lalu, ide apa yang bisa Indonesia tawarkan?

Pertama, Sektor energi di Indonesia mampu mengurangi emisi GRK melampaui 41 persen target yang telah ditentukan saat ini seiring dengan adanya tren penurunan harga teknologi ET. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi ekonomi dan juga konsumen untuk dapat menikmati harga energi yang lebih murah. Namun, hal ini tetap harus didukung oleh upaya lain dari sektor konservasi alam, hutan bakau, dan pertanian.

Kedua, Memajukan target capaian iklim jangka panjang dari 2070, dikombinasikan dengan target puncak emisi, misalnya pada 2030 untuk memberikan kepastian kebijakan bagi para investor.

Ketiga, Revisi regulasi bauran energi sebagai alat praktis untuk mengoptimalkan biaya energi. Dalam pengembangan ET, target 23 persen pada 2030 dan 41 persen pada 2050 harus ditingkatkan. Di saat bersamaan, turut menghapuskan tingkat minimum batu bara dalam bauran energi.

Baca juga : Qarrar Firhand Ali Raih Juara Kejurnas Eshark Rok Cup Indonesia 2021

Keempat, Menggalakkan komitmen stop investasi baru di batu bara pada tingkat provinsi sebagai percontohan, untuk menarik investasi hijau internasional serta penghematan pajak.

Kelima, Penerapan skema dekabornisasi khusus pada pembangkit listrik yang telah beroperasi, serta memastikan adopsi investasi efisiensi energi yang lebih tinggi.

Keenam, Indonesia dapat mengambil bagian dalam kemitraan publik-swasta, untuk menciptakan inovasi dan pasarnya sendiri, serta berkontribusi dalam diskusi iklim dunia. Misalnya, rencana masa depan Indonesia untuk menjadi pemasok energi bagi kapal-kapal karbon netral yang melewati selat sibuk Nusantara, karena industri perkapalan akan mengalami transformasi yang sama dengan sektor transportasi darat.

Dunia saat ini menyaksikan. Dengan dukungan sumber daya manusia dan alam yang melimpah; Indonesia memiliki kesempatan unik untuk menjadi pemimpin transisi hijau, sekaligus menarik investasi asing dan menciptakan peluang bisnis baru pasca Covid, dengan dimulai melalui ambisi politik yang jelas.***

Tulisan ini dibuat oleh Lars Bo Larsen, Duta Besar Denmark untuk Indonesia & Tomas Anker Christensen, Climate Ambassador of Denmark

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.