Dark/Light Mode

Dinobatkan Jadi Negara Paling Islami, Begini Proses Pemotongan Hewan di Selandia Baru

Kamis, 20 Mei 2021 09:00 WIB
Duta Besar RI untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya. (Foto: Youtube Rakyat Merdeka TV)
Duta Besar RI untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya. (Foto: Youtube Rakyat Merdeka TV)

RM.id  Rakyat Merdeka - Meski bukan negara dengan penduduk mayoritas muslim, Selandia Baru ternyata negara yang mengusung nilai-nilai Islam. Salah satunya, kebersihan. Kebersihan diterapkan dalam berbagai hal di negara itu. Termasuk, dalam pemotongan hewan. 

Duta Besar RI untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya mengungkapkan, di negeri Kiwi itu, umat muslim tidak boleh menyembelih sendiri hewan. Termasuk, pada saat Idul Adha. Yang boleh memotong hewan, hanya orang yang punya sertifikat di rumah khusus potong hewan.

"Jadi kita kalau mau kurban, kita patungan beli biri-biri, kambing, atau sapi itu pemotongannya kita serahkan ke rumah potong. Nanti baru dia kirim ke kita, mau potongannya seperti apa. Nggak boleh motong di lapangan, kita bisa masuk penjara kalau melanggar," ujar Tantowi, dalam talkshow RM.id bertajuk "Apa Kabar Lebaran di Negeri Kiwi?", Rabu (19/5).

"Di sini perikehewanan itu betul-betul dihormati," imbuhnya.

Menurut Tantowi, umat Islam tak perlu khawatir soal kehalalan daging tersebut. Sebab, banyak rumah potong halal di sana. Jumlahnya bahkan semakin banyak karena banyak yang menggemari daging halal itu. Baik di luar negeri, maupun dalam negeri.

Ekspor daging halal dari Selandia Baru pun kian meningkat. Pasarnya di antaranya Arab Saudi dan Malaysia. 

Baca juga : Kapok Kebobolan, Bandara Ahmad Yani Perketat Pemeriksaan Kesehatan Penumpang

"Halal meat (daging halal) itu digemari karena konotasinya bersih, prosesnya jauh lebih bersih daripada pemotongan biasa. Jadi bukan umat muslim saja yang menggemarinya. Harganya pun lebih mahal," jelas Tantowi. 

Ditambahkannya, setiap tahun, pemerintah Selandia Baru memberi kuota pada negara-negara Islam untuk pekerjaan sebagai "halal slaughter" atau tukang potong daging halal.

"Indonesia kalau nggak salah dapat kuota 100 orang setiap tahunnya. Nggak bisa kita penuhi itu. Paling banyak kita penuhi itu 20 orang," bebernya.

Persyaratannya, kata Tantowi, memang tidak mudah. Pertama, calon algojo harus benar-benar praktisi Islam, yang menjalankan ajaran agamanya. Bukan cuma Islam KTP, istilahnya. Dan itu dicek oleh pemerintah Selandia Baru.

"Jadi orang ini dicek, shalat nggak? Ikut masjid mana. Jadi dicek sampai ke situ. Yang menilai adalah kalau di kita itu seperti MUI. Jadi sangat ketat," terang Tantowi.

Proses pemotongan hewan antara yang halal dan yang biasa pun berbeda, meski sama-sama mengusung perikehewanan yang sangat tinggi.

Baca juga : Gibran Ajak Swasta Ambil Bagian Dalam Penanganan Bencana

Sebelum dipotong, hewan dipingsankan dulu selama 10 detik dengan menembakkan semacam peluru air di kepalanya. Pada rentang 10 detik itulah, hewan harus dipotong. "Tidak boleh sampai bangun. Karena hewan itu tidak boleh sakit," kisahnya.

Untuk pemotongan halal, ketika hewan ditebas dengan awalan Bismillahirahmannirahim dan keluar darah, algojo bisa tahu mana hewan yang sudah mati dan mana yang belum.

Dalam Islam, daging hewan yang sudah mati atau jadi bangkai sebelum dipotong, tidak halal. "Kalau sudah mati, itu tetap dipakai, tapi jadi daging biasa," imbuh Tantowi.

Pada proses berikutnya, algojo memastikan daging tidak ada najisnya. Jadi misalnya ketika dibawa dengan alat khusus hewan itu buang air atau keluar kotoran, tidak boleh dicuci. Tapi harus dipotong atau dibuang bagian yang terkena najis. Berbeda dengan daging biasa yang boleh dicuci atau dibersihkan saja.

"Itu membuat daging halal bagi orang non muslim itu bersih. Inilah yang membuat harga yang lebih mahal daripada daging biasa," urai Tantowi.

Menurut Tantowi, negara Selandia Baru memang kerap menerapkan nilai-nilai Islam. Negeri Kiwi itu bahkan dinobatkan sebagai negara paling Islami selama dua tahun berturut-turut (2019 dan 2020), berdasarkan hasil survei sebuah lembaga di Washington, Amerika Serikat.

Baca juga : Luhut Pamer Proyek Lumbung Pangan Di Kalteng Dan Sumut

"Ini ironi bagi kita. Islaminya itu bukan dalam hal shalat atau puasa, itu tidak bisa kita debat. Tapi value, nilai-nilai Islam yang mereka terapkan secara tidak sadar," beber Tantowi.

Diceritakannya, saat politisi PAN Abdillah Toha berkunjung ke Selandia baru selama tiga hari, dia menulis; "Tiga hari, saya berada di Selandia Baru, berada di negara Islam, tanpa saya bertemu seorang muslim".

Dalam Islam itu core value yang paling tinggi itu adalah bersih. Bersih di Selandia Baru, nilai itu dijalankan secara konseptual dan harfiah.

"Secara harfiah negaranya bersih. Laut bersih, air bersih, tidak ada tetesan minyak, walau banyak kapal lewat. Sampah nggak ada. Secara konseptual, tata pemerintahan bersih, korupsi nol," tegasnya.

Konsep Islam lain yang diterapkan Selandia Baru adalah hormat kepada orang tua. "Mereka hormat sekali. Hormat kepada pemimpinnya, hormat kepada orang tua," tutup Tantowi.  [JAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.