Dark/Light Mode

Arah Lokomotif Bhisma

Senin, 8 Mei 2023 05:38 WIB
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
Dalang Wayang Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Naik subway pertama kali pada awal tahun 1990-an. Naik MRT dari Virginia ke kampus Washington DC melewati dasar sungai Potomac, merupakan pengalaman menarik. Kelebihan transportasi massal selain murah juga tepat waktu dan nyaman. Setelah menunggu hampir tiga puluh tahun, akhirnya Jakarta memiliki MRT yang menghubungkan terminal Lebak Bulus menuju pusat bisnis dan perdagangan.

MRT merupakan gambaran sistem transportasi masa depan yang tertata rapi dan ramah lingkungan. Komponen utama MRT adalah lokomotif sebagai penggerak rangkaian gerbong penumpang. Seorang masinis akan tunduk dan taat pada aturan yang telah ditetapkan. Sehingga masinis tahu kapan kereta berjalan dan berhenti sesuai jadwal yang ada. Begitu pula dalam sistem demokrasi, seorang pemimpin ibarat masinis yang menggerakkan lokomotif pembangunan dan perubahan.

“Bisa dibayangkan, Mo, kalau masinisnya bertindak semaunya sendiri," sela Petruk. "Bukan saja membahayakan penumpang, masinis itu akan membuat kacau rangkaian gerbong di belakangnya," ucap Petruk, sok tahu.

Baca juga : Ada Durga Di Tubuh KPK

Romo Semar diam tidak serta merta menanggapi celoteh anaknya, Petruk. Semar mencoba memahami ke mana arah pembicaraan Petruk. Di sisi lain, Semar sedang menikmati tingkah polah para elite yang suka “ubyang-ubyung” sowan ke sana kemari untuk mencari dukungan politik.

Seperti biasa, pisang rebus dan kopi pahit selalu setia menemani sarapan pagi Romo Semar. Selain pisang rebus, jadah bakar penganan lebaran masih tersaji di piring. Kepulan asap rokok klobot membawa ingatannya ke zaman Mahabarata, ketika Resi Bhisma mengingatkan Prabu Duryudana untuk tetap pada koridor yang benar dalam urusan pembagian kekuasaan dengan Pandawa.

Kocap kacarito, Prabu Duryudana galau menjelang selesainya masa hukuman 12 tahun pembuangan Pandawa di tengah hutan. Konon para Pandawa kalah main dadu dengan Kurawa sehingga harus ditebus dengan hukuman pembuangan selama 12 tahun di hutan Kamiyoko.

Baca juga : Menanti Lahire Tetuko

Menurut perjanjian, setelah Pandawa selesai menjalani hukuman, Prabu Duryudana wajib mengembalikan separuh kerajaan Hastina kepada Pandawa. Bukan itu saja, Kerajaan Amarta harus dikembalikan secara utuh kepada Pandawa. Ibarat manis “ngemut legine gula”, Duryudana tidak bersedia mengembalikan tahta kerajaan Hastina kepada Pandawa. Justru dengan segala cara, Duryudana mencari jalan bagaimana melenyapkan para satria Pandawa.

Resi Bhisma melihat gelagat kurang terpuji dari Duryudana terhadap Pandawa. Untuk itu, dalam parepatan agung, Bhisma dengan lantang minta kepada Duryudana agar segera mengembalikan kekuasaan kepada Pandawa. Rupanya Prabu Duryudana bergeming untuk tidak menyerahkan tahta Hastina. Duryudana minta kembalinya kerajaan Hastina melalui perang Baratayuda.

“Rupanya Prabu Duryudana tidak legowo untuk lengser keprabon, Mo,” celetuk Petruk, membuyarkan lamunan Romo Semar. “Betul Tole. Yang namanya kekuasaan harus dipandang dua sisi, yakni keleluasaan dan tanggung jawab,” papar Romo Semar.

Baca juga : Resolusi Rama Di Tahun Politik

"Maka, sebagai pemimpin, jangan pernah mengkhianati rakyat dan berbuat melampaui batas. Supaya akhir kekuasaan tidak ada kecemasan dan ketakutan. Bagi penguasa lalim, berakhirnya masa jabatan adalah mimpi buruk. Sebaliknya bagi pemimpin yang adil dan bijak, berakhirnya tugas akan disongsong dengan penuh syukur dan kelegaan," jawab Romo Semar sambil ngeloyor. Oye

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.