Dark/Light Mode

Teologi Lingkungan Hidup (56)

Belajar dari Kosmologi Hindu (4)

Sabtu, 11 November 2023 05:29 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

 Sebelumnya 
Dalam keadaan seperti ini Brahma menjadi Atma dan Atma menjadi Brahma. Atma/Braahma menjelma menjadi dirinya, dengan demikian ia sudah mengalami pembebasan mutlak (Moksha). Tentu pertanyaan kita ialah bagaimana mencapai pengalaman spiritual itu? Pertanyaan ini tidak cukup hanya dijawab dengan jawaban logika (uncomprehanding maind questions), yaitu: Apakah hal itu bisa terjadi? Bagaimana sesuatu yang permanen (unmoving) diidentikkan dengan diri atau alam semesta yang berubah terus menerus?

Bagaimana mungkin alam semesta yang terdiri atas berbagai hal yang sifatnya serba sementara, lahir, mati, menderita, tersiksa, lalu mati bisa diidentikkan dengan Tuhan, yang dikenal tidak berbentuk (formless), tidak berubah, dan azali, tidak diawali dan diakhiri ketiadaan? Bagaimana mungkin menggabungkan zat abadi (eternal self) dengan apa yang dirasa­kan sebagai kehidupan sementara (transient self) di dalam alam yang fana ini? Apakah di dalam diri kita ada dua unsur yang berbeda? Apa yang dianggap sebagai diri kita selama ini hanya keberadaan ilusi, seperti dipersepsikan oleh Upanisad. Tentu per­tanyaan ini terlalu sulit dijawab dengan akal.

Baca juga : Belajar dari Kosmologi Hindu (3)

Di sinilah bedanya dengan para teolog, yang membayang­kan Tuhan sebagai Dvita Vedanta, yang membayangkan Tuhan memiliki privasi dan distinktifnya sendiri di sam­ping makhluknya. Fenomena dan pertanyaan seperti ini juga muncul dalam Islam, seperti yang diungkapkan Ibn ’Arabi: Tak seorangpun menegaskan keesaan Zat Mahaesa, sebab semua orang yang menegaskan-Nya sesungguhnya mengingkari-Nya. Tauhid orang yang melukiskan-Nya hanya­lah pinjaman, tak diterima oleh zat Mahaesa. Tauhid atas diri-Nya adalah tauhid-Nya.

Orang yang melukiskan-Nya sungguh telah sesat”. Ibarat ­satu mata uang yang mempunyai dua sisi, yaitu sisi tanzih dan sisi tasybih. Tidak mungkin

Baca juga : Belajar dari Kosmologi Hindu (2)

Hubungan Khusus antara Tuhan manusia dan alam semesta bagi kalangan sufi lebih ditekankan aspek kedekatan dan kebersamaan (imma­nency). Manusia merupakan lokus pengejawentahan (majla) dan lokus penampakan (madhhar) nama-nama dan sifat-Nya, yang sengaja diciptakan dari diri-Nya sendiri. Makhluk Tuhan bagi kalangan sufi dianggap sebagai jauhar atau ‘aradh yang memanifestasikan substansi Tuhan). Dengan demikian, wilayah perbatasan antara Khaliq dan makhluk menjadi tidak jelas.

Satu sisi tidak bisa dipisahkan karena satu substansi yang lainnya manifestasi, tetapi pada sisi lain diakui antara Sang Khaliq tidak identik dengan khaliqnya, meskipun tidak dapat dipisahkan. Karena itu, Ibnu ‘Arabi tidak menggunakan istilah al-Khaliq dan al-makhluk tetapi al-Haq dan al-Khalq.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.