Dark/Light Mode

Pancasila dan Nasionalisme Indonesia (12)

Mendalami Ketuhanan YME: The One In The Many (3)

Selasa, 10 Maret 2020 06:59 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Aljawahir (jamak dari Aljauhar) menyatu di dalam inti substansi (al’ain aljauhar) yang biasa juga disebut dengan haqiqat jauhar (Alhaqiqah aljauhar), AlNafas alRahmani (The Breath of the Merciful) atau AlHayula alKulliyyah (The Universal Prime Matter).

Al’ain aljauhar itu sendiri merupakan fokus pengejawentahan (mazhar) bagi Zat Ilahi, yang mana juga merupakan pusat manifestasi namanama indah Tuhan (Al Asma Al Husna’l The Beautiful Nimes).

Jauhar dan ‘Aradh menurut para filsuf merupakan dua struktur entitas yang berbeda walaupun keduanya sulit untuk dipisahkan. Sedangkan menurut kalangan sufi ‘Aradh dan jauhar bukanlah merupakan dua entitas yang berbeda tetapi yang satu merupakan hakikat dan lainnya merupakan manifestasi, seperti Allah sebagai hakekat wujud (Al Haqiqah Al Wujud) kemudian memunculkan manifestasi (madhhar).

Baca juga : Antara Politik Islam dan Islam Politik (2)

Antara Hakekat Wujud dengan wujudwujud (A’yan) yang mewujudkan diriNya, walaupun keduanya berbeda tetapi tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ibaratnya antara laut dan ombaknya, api dan panasnya, matahari dan cahayanya.

Keduanya bisa dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan.Dari segi ini seorang sufi pernah menyatakan: Tak seorangpun menegaskan keesaan Zat Maha Esa, sebab semua orang yang menegaskaNya sesungguhnya mengingkariNya.

Tauhid orang yang melukiskanNya hanyalah pinjaman, tak diterima oleh zat Maha Esa. Tauhid atas diriNya adalah tauhidNya. Orang yang melukiskan-Nya sungguh telah sesat”.

Baca juga : Antara Politik Islam dan Islam Politik (1)

Secara sufistik memang tidak ada artinya kita bicara tentang apapun dan siapapun tanpa berbicara dengan Tuhan, karena segala sesuatu adalah manifestasi atau tajalli-Nya. Ibaratnya kita berbicara tentang bilangan, tidak ada artinya kita bicara angka 10, 1000, sejuta, satu triliun , dan seterusnya, tanpa bicara angka satu. Bukankan satu triliun itu kelipatan satu triliun dari angka satu.

Dalam pandangan tasawuf, wujud keberadaan Tuhan tidak bisa dibayangkan berada di antara wujud-wujud makhlukNya, yang berdiri sendiri, dan samasekali terpisah dengan para makhlukNya. Di mana ada wujud dan maujud di situ ada Dia.

Namun tidak bisa dikatakan secara langsung bahwa pohon adalah Tuhan, Matahari, adalah Tuhan, dan seterusnya. Keberadaan wujudwujud yang ada hanya sebatas tajalliNya. Ibaratnya antara sepotong benda di depan cermin.

Baca juga : Negara Pancasila (2)

Benda di depan cermin sama persis dengan bayangan yang ada di cermin. Namun substansi kedua benda itu berbeda. Gambaran dalam cermin itu tajalli benda yang ada di depannya. Akan tetapi, tanpa benda di depan cermin tidak mungkin ada bayangan cermin.

Sang Khaliq ibarat benda di depan cermin dan sang makhluk ibarat bayangan di dalam cermin. Semakin bertambah banyak cermin semakin bertambah banyak pula bayangan itu, namun tidak mengurangi sedikit pun benda di depannya.

Mekanisme inilah yang disebut tajalli, yakni penggandaan manifestasi tanpa mengurangi substansi. Jika penggandaan menghabiskan diri sang substansi maka itu disebut proses tajafi. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.