Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Rusuh Dan Siaga TNI

Selasa, 20 Oktober 2020 07:23 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Mereka yang menggerakkan aksi radikal/kerusuhan Mei 2019 dan 8 Oktober 2020, tidak tertutup kemungkinan mendapat inspirasi dari aksi-aksi kerusuhan Mei 1998 juga. Tapi, karena situasi politiknya sangat berbeda, outcome-nya juga berbeda. Pada tahun 1998, popularitas pemerintahan Soeharto nyaris mencapai titik terendah. Kelompok-kelompok yang tidak senang – dimotori oleh “Petisi 50” pimpinan Ali Sadikin -- diam-diam berjuang “di bawah tanah” dengan jumlah yang semakin banyak. Corak pemerintahan yang otoritarian justru memancing rakyat untuk melawan lebih “nekad” lagi.

Dewasa ini, popularitas Jokowi masih cukup tinggi. Perekonomian nasional memang semakin memprihatinkan. Orang yang menganggur semakin bertambah, begitu juga dengan orang miskin. Toh semua orang menyadari ekonomi di manca negara, termasuk di Amerika, RRT, Jepang dan negara-negara Eropa Barat – memang sedang anjlok karena diterjang oleh pandemi Covid-19.

Baca juga : Jurnalistik Ofensif: Najwa Versus Luhut

Pemerintah Jokowi tidak tinggal diam. Pemerintah bekerja sekerasnya untuk menangani Covid-19, pada saat yang bersamaan berjuang meringankan beban rakyat dengan berbagai bantuan sosial. Tidak ada alasan kuat untuk menjatuhkan pemerintahan Jokowi; para politisi, sebagian besar, juga sepakat untuk membantu pemerintah menangani Corona dan perekonomian nasional.

Memang di tengah pandemi Covid-19 dan anjloknya perekonomian nasional, masalah UU Cipta Kerja menjadi ganjelan yang cukup serius. UU tsb. terkesan dikebut terbirit-birit oleh DPR. Publik bertanya-tanya apa sebab harus dikebut, seperti Indonesia nyaris kiamat tanpa Ombinus Law itu. Di pihak pemerintah, UU Cipta Kerja seolah obat mujarab untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan investasi asing yang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan ekonomi dan memberantas korupsi.

Baca juga : Pagi Ini, 55 Tahun Yang Lalu

Semua itu, boleh jadi, TEORI atau MIMPI semata. Investasi yang anjlok, sesungguhnya, karena birokrasi kita yang terkenal korup sehingga menyusahkan calon investor asing yang hendak masuk . Mengurus izin investasi yang berbelit-belit karena memang birokrasi Indonesia yang terkenal BRENGSEK; pameo “Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah?” tetap saja bertahta di pemerintahan.

Bahwa UU Cipta Kerja dapat melahirkan sekian banyak pekerjaan, itu pun boleh jadi hanya mimpi. Kelompok pekerja dan publik memiliki persepsi bahwa Omnibus Law justru memukul nasib buruh/pekerja. Banyak pasal yang ditengarahi merugikan nasib buruh.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.