Dark/Light Mode

Kontroversi 5 Poin Rekomendasi Hasil Ijtima Ulama Ketiga

ACE HASAN SYADZILY : Tuduhan Kecurangan Hanya Ilusi, Tanpa Fakta

Jumat, 3 Mei 2019 12:26 WIB
Kontroversi 5 Poin Rekomendasi Hasil Ijtima Ulama Ketiga ACE HASAN SYADZILY : Tuduhan Kecurangan Hanya Ilusi, Tanpa Fakta

RM.id  Rakyat Merdeka - Panitia Ijtima Ulama III telah memutuskan kesimpulan terkait masalah kecurangan di Pilpres 2019. Hasilnya, ada lima poin rekomendasi yang disimpulkan di Ijtimaini. 

Pertama, telah terjadi berbagai kecurangan, dan kejahatan bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2019. 

Kedua, mendorong dan meminta Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi mengajukan keberatan melalui mekanisme legal, prosedural, tentang terjadinya kejadian berbagai kecurangan, kejahatan yang terstruktur, sistematis, masif dalam proses Pilpres 2019. 

Ketiga, mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres nomor urut 01. 

Keempat, mengajak umat dan seluruh anak bangsa untuk mengawal, dan mendampingi perjuangan penegakan hukum dengan cara syar’i dan legal konstitusional dalam melawan kecurangan, dan kejahatan, serta ketidakadilan, termasuk perjuangan pembatalan/diskualifikasi paslon capres-cawapres 01. 

Baca juga : ACE HASAN SYADZILY : Sertakan Bukti-bukti Kuat, Jangan Asumsi

Terakhir, memutuskan bahwa melawan kecurangan dan kejahatan, serta ketidakadilan, merupakan amar ma’ruf nahi munkar serta konstitusional dan sah secara hukum, dengan menjaga keutuhan NKRI dan kedaulatan rakyat. 

Kelima poin itu menimbulkan kontroversi. Lantas, apa dasar IjtimaUlama III mengeluarkan rekomendasi tersebut? Apakah mereka betul-betul memiliki bukti terjadinya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif sehingga merekomendasikan seperti itu? Bagaimana pula pandangan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf mengenai rekomendasi tersebut? Berikut penuturan lengkapnya.

Bagaimana pandangan TKN mengenai hasil Ijtima Ulama III? 
Begini, menurut kami, pertemuan timses kubu 02 yang berkedok Ijtima Ulama, jelas sebuah politik akal-akalan dan ugal-ugalan, yang tujuannya justru menyesatkan umat. Segala upaya dilakukan, untuk tidak mengakui kekalahan versi hitung cepat, mulai dari delegitimasi KPU, meminta pemilu ulang, sampai dengan meminta Pak Jokowi didiskualifikasi. 
Mentalitas timses 02 yang tidak siap kalah, membuat mereka kalap, tabrak kiri, tabrak kanan, termasuk menggunakan lagi manuver yang diberi label Itjimak Ulama. 

Bukankah mereka mencoba jalur resmi, KPU dan Bawaslu? 
Aneh, walaupun secara kasat mata mereka melakukan delegitimasi KPU, tapi justru mereka minta KPU-Bawaslu untuk mendiskualifikasi Pak Jokowi. Ini artinya, mereka merengek-rengek pada lembaga, yang kredibilitasnya sedang mereka hancurkan. 

Bagaimana dengan alasan kecurangan terstruktur, sistematis dan masif? 
Ini semakin mengkonfirmasi kecurigaan kami mengenai skenario 02 menjelang 22 Mei, yakni meminta Bawaslu untuk mendiskualifikasi 01 dengan alasan kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis dan massif (TSM). Sejalan dengan itu, kubu 02 mengerahkan pendukungnya bermain presiden-presidenan. 

Baca juga : YUSUF MARTAK : Sudah Terbukti, 411 Dan 212, Semua Adem Ayem

Bagaimana dengan skenario diskualifikasi? 
Skenario diskualifikasi ini inginmenjalankan skenario Pilkada Kota Waringin Barat, yang saat itu Bambang Widjajanto terlibat menjadi pengacara salah satu paslon. Dengan didiskualifikasi calon terpilih, maka calon penantang yang otomatis dilantik. 

Tapi, mereka mengusulkan itu dengan alasan ada kecurangan terstruktur, sistematis dan massif? 
Anggapan mereka ini jelas tidak punya pijakan objektif, karena kecurangan TSM yang mereka tuduhkan, hanya ilusi tanpa fakta. 
Kita ingat gertak sambal Prabowo saat sengketa tahun 2014, yang mengklaim bawa bukti berkontainer ke Mahkamah Konstitusi (MK), nyatanya hanya ilusi. Jangankan bukti kecurangan, mengumpulkan C1 saja plintat-plintut. Ngaku-ngaku punya real count, tempatnya tidak jelas entah di mana. Skenario Kota Waringin Barat jelas halusinasi juga. 

Ujung-ujungnya apa? 
Jika Bawaslu dan KPU tidak bisa mereka kendalikan, maka besar kemungkinan mereka menghalalkan segala cara dengan aksi demo yang mereka sebut people power. Terlihat jelas, 02 ingin mengulang skenario Venezuela dengan mobilisasi massa menentang Presiden terpilih, dan selanjutnya mengundang keterlibatan asing untuk masalah dalam negeri. Ini jelas manuver berbahaya bagi kedaulatan nasional, dan masa depan demokrasi di negara kita. 

Indonesia bukan Venezuela, dan Pak Jokowi menang dalam versi hitung cepat dengan sangat meyakinkan. Ini kemenangan atas ancaman otoritarian hidup kembali. Jadi, jangan bermimpi Indonesia dibuat seperti Venezuela. 

BPN mengungkapkan sekitar 1.200 kecurangan yang menurut mereka TSM. Bagaimana itu? 
Kecurangan itu perlu dibuktikan, bukan saja diomongkan dan koar-koar di media sosial. Ayo buktikan, dimana letak kecurangan itu, dan sampaikan kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikannya, seperti Bawaslu atau Gakkumdu. Menuduh kecurangan tanpa bukti, itu namanya fitnah. Tahukah ganjaran bagi orang yang suka menebar fitnah. 

Baca juga : Moeldoko : Indonesia Punya Sejarah Yang Kurang Bagus

Coba tunjukkan kepada kami, dimana BPN punya real count yang dapat diakses masyarakat, seperti halnya War Room kami yang terbuka untuk siapa saja. Kami juga memiliki data C1 yang jelas-jelas hasilnya memiliki kesamaan dengan real count KPU. 

Saran Anda? 
Kalau memang ada kecurangan Pemilu, laporkan saja kepada Bawaslu atau Gakumdu. Itu sudah diatur dalam Undang-undang Pemilu yang terkait dengan pelanggaran Pemilu. Jika menyangkut persengketaan hasil Pemilu, silakan laporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). [NDA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.