Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Selalu Tak Capai Target
Saatnya Genjot Penerimaan Pajak Lewat Door To Door
Kamis, 22 Oktober 2020 05:37 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarat didesak menggenjot penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan (BPHTB). Sebab, sampai akhir September lalu, perolehannya baru mencapai Rp 2,77 triliun atau 45,06 persen dari target Rp 6,15 triliun.
Wakil Ketua Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Rasyidi HY mengatakan, berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) DKI Jakarta 2019, penerimaan BPHTB selalu rendah.
Tahun lalu realisasinya hanya 60,51 persen dari target Rp 9,5 triliun. ‘’Realisasi setoran BPHTB tercatat paling rendah ketimbang 12 jenis pajak daerah lainnya,’’ ungkap Rasyidi, di Jakarta, kemarin.
Baca juga : Panglima TNI Dan Kapolri Sabet Penghargaan Indonesia Awards
Penerimaan pajak lainnya, lanjut Rasyidi, mencapai 90 persen. Bahkan 8 jenis pajak daerah realisasinya melampaui 100 persen. Merujuk pada dokumen tersebut, ada enam kendala yang menyebabkan realisasi BPHTB pada 2019 berada jauh di bawah target.
Pertama, Pemprov DKI Jakarta berargumen masih terdapat banyak apartemen yang belum melakukan pemecahan akta. Kedua, terdapat wajib pajak yang melakukan penghindaran BPHTB melalui transaksi properti menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), bukan Akta Jual Beli (AJB).
Ketiga, banyak pengembang apartemen yang tidak menyetorkan BPHTB yang telah dipungut dari pembeli saat transaksi meng- gunakan PPJB. Padahal, BPHTB telah menjadi komponen harga beli unit apartemen tersebut. Keempat, masih terdapat kecenderungan transaksi menggunakan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan bukan harga transaksi sebenarnya.
Baca juga : Target Penerimaan Pajak Diramal Meleset Rp 500 T
Kelima, harga properti cenderung meningkat, sedangkan daya beli masyarakat cenderung menurun. Keenam, meroketnya harga properti menyebabkan masyarakat menunda pembelian dan memprioritaskan kebutuhan primer.
“Tapi sampai sekarang belum ada kebijakan untuk memecahkan persoalan tersebut,” ungkapnya.
Menurut Rasyidi, perlu upaya lebih agresif dan progresif dalam mengejar target pendapatan BPHTB. “Mungkin harus seperti Bapenda mengejar Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan (PBB-P2) serta Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), yakni dengan cara door to door,” sarannya.
Baca juga : MRT Mau Genjot Pemasukan Lewat Bisnis Di Luar Jual Tiket
Selain itu, lanjutnya, Bapenda kudu memperbaiki penerimaan daerah melalui sistem online. Sebab, dengan sistem ini bisa mengurangi kebocoran.
Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, Ahmad Lukman Jupiter meminta Pemprov DKI untuk menyederhanakan proses pengurusan administrasi BPHTB yang saat ini terbilang rumit.
“Jika ada proses administrasi BPHTB yang masih bermasalah, petugas harus segera turun ke lapangan untuk melakukan proses validasi,” tegasnya.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya