Dark/Light Mode

Angka Kematian Corona Di Ibukota Tinggi

Kualitas Contact Tracing Diragukan Epidemiolog...

Rabu, 3 Februari 2021 05:15 WIB
Petugas pemakaman sedang menguburkan jenazah dengan prosesur Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU), Srengseng Sawah Dua, Jagakarsa, Jakarta Selatan. (Foto: Rizki Syahputra/RM)
Petugas pemakaman sedang menguburkan jenazah dengan prosesur Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU), Srengseng Sawah Dua, Jagakarsa, Jakarta Selatan. (Foto: Rizki Syahputra/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Epidemiologi meragukan kualitas penelusuran kontak erat (Contact Tracing) kasus positif Covid-19 di ibukota. Sebab, angka kematian akibat Corona di Jakarta tinggi. Padahal, jumlah tes Polymerase Chain Reaction (PCR) di Jakarta, 12 lebih banyak dari standar World Health Organization (WHO).

Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman menyebutkan, penelusuran kontak erat Covid-19 di DKI Jakarta mencapai 135.000 orang per minggu. Namun sayang, tingkat kematian Corona masih tinggi. Menurutnya, tingginya tingkat kematian terkait infeksi Covid-19 disebabkan kualitas penelusuran kontak erat yang rendah di Ibukota.

“Ini berkaitan kecepatan penelusuran kontak erat di tengah masyarakat. Idealnya, kapasitas pemeriksaan PCR target penelusuran kontak erat sebesar 80 persen mesti terpenuhi dalam kurun waktu tiga hari. Lewat tiga hari, terlambat, bahkan tidak terdeteksi,” terang Dicky seraya menambahkan bahwa kalau telat, berkontribusi pada kematian.

Baca juga : Jakarta Bakal Hidupkan Kembali Sanksi Progresif

Berdasarkan data Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, setelah libur panjang akhir tahun, rata-rata pemakaman jenazah di wilayah ibukota mencapai 190 jiwa per hari. Yakni 100 jenazah dimakamkan menggunakan protokol Covid-19. Dan, sebanyak 90 jenazah diidentifikasi non Covid-19.

Dicky juga menyoroti kesahihan pemeriksaan PCR. Menurutnya, kualitas testing itu bukan hanya false negative, tetapi ketepatan waktu pemeriksaan. Bisa saja saat diperiksa, keberadaan virus belum terdeteksi.

Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Tri Yunis Miko Wahyono menyarankan, untuk mengerem penularan Corona, pembatasan sosial di daerah zona oranye dan merah, dilakukan lebih ketat.

Baca juga : Airlangga Dorong Kemenristek Terus Kembangkan Teknologi

“Pembatasan sosial yang berlangsung saat ini, termasuk di daerah PPKM, cenderung longgar atau ringan. Akibatnya, penularan Covid-19 sulit ditekan,” ujarnya.

Menurut dia, banyak indikasi yang menunjukkan pembatasan sosial cenderung longgar. Salah satu contohnya jam operasional pusat perbelanjaan, boleh buka sampai malam. Seharusnya pusat perbelanjaan dibuka sampai pukul 18.00 waktu setempat. Kemudian, diberlakukan jam malam untuk menekan risiko penularan.

Kemudian, aturan 25 persen pekerja masuk kantor juga harus diterapkan dengan benar. Kalau perlu, setiap akses menuju pusat perkantoran dijaga atau dilakukan check point.

Baca juga : Angka Kematian Akibat Covid di Inggris, Loncati Angka 100 Ribu

”Apakah aturan 25 persen dari kapasitas, sudah berjalan? Ini jalanan masih macet, penuh. Artinya, aturan tersebut belum berjalan efektif,” imbuhnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.