Dark/Light Mode

Politik Identitas Masih Mengancam

Jangan Coba-coba Ya Mundurin Pemilu 2024

Minggu, 23 Januari 2022 07:20 WIB
Pemerhati politik serta isu-isu strategis, Prof Imron Cotan. (Foto: Istimewa)
Pemerhati politik serta isu-isu strategis, Prof Imron Cotan. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Mahfuz mencontohkan kasus Pilkada DKI Jakarta yang kental nuansa politik identitasnya. Aktor dan tokoh politiknya, sangat mungkin membawa serta isu politik identitas kembali. Apalagi jika maju dalam kontestasi Pemilu 2024.

Selain itu, politik identitas juga rawan muncul jika Pilpres 2024 diundur seperti saran Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. “Ini akan membuka peluang kelompok-kelompok yang mengusung politik identitas untuk melakukan mobilisasi. Kohesi masyarakat ini amat penting,” tandasnya.

Baca juga : Olimpiade Musim Dingin China Jangan Didominasi Politik

Sedangkan Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas menambahkan, hingga kini, belum ada konsensus di antara para penyelenggara negara, baik Pemerintah maupun DPR untuk memundurkan jadwal pemilu. Pengunduran jadwal pemilu bukanlah aspirasi akar rumput.

“Sekarang tidak. Survei kami pada September 2021 menunjukkan 82,5 persen responden menghendaki pemilu tetap dilaksanakan pada 2024,” tuturnya.

Baca juga : PSI Soroti Kasus Kekerasan Jalanan Di Kota Bandung

Pembicara lainnya, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Prof Komaruddin Hidayat bersyukur, masyarakat mulai kritis terhadap Pemerintah dan partai-partai politik. Terutama dalam pergantian kepemimpinan nasional. Sehingga pemilih akan rasional dan tak akan terpengaruh isu yang memecah belah.

Sementara Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto mengingatkan semua pihak tidak bermain api dengan usulan yang melanggar hukum dan konstitusi. Seperti mengundurkan jadwal pemilu ke 2027 atau pun penambahan periode presiden.

Baca juga : Mentan Ingatkan Tantangan Industri Peternakan 4.0

“Jangan sembarangan mengubah konsensus itu demi kepentingan politik atau ekonomi tertentu. Kecuali ada situasi yang sangat darurat, mungkin perubahan besar itu bisa dimaklumi,” tandasnya. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.