Dark/Light Mode

Nalar Kritis Publik Sudah Mundur

Capres 2024 Kudu Visioner

Sabtu, 5 Februari 2022 08:35 WIB
Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio. (Foto: Twitter)
Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio. (Foto: Twitter)

RM.id  Rakyat Merdeka - Nalar kritis publik saat ini dinilai mundur. Padahal, seharusnya dapat menerapkan salah satu fungsinya sebagai pengawas kebijakan Pemerintah. Nah, calon presiden (capres) 2024 diharapkan tidak linierdengan kemun­duran ini. Pemimpin bangsa harus cerdas dan visioner.

“Salah satu survei dari Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia) ada pergeseran bandul politik pada kriteria capres yang disukai masyarakat. Sebelumnya masyarakat ingin presiden yang merakyat. Saat ini, cerdas dan visioner mengalahkan merakyat,” jelas Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio dalam Diskusi Dapur KedaiKOPI yang bertajuk ‘Nalar Publik Barang Langka?’ kemarin.

Hendri mengatakan, betapa pentingnya para calon pemimpin bangsa membaca buku maupun riset tentang nalardan kewajaran. Di antaranya, catatan Rekomendasi Akademi Jakarta 2022 yang bertajuk “Cegah Penghancuran Nalar Publik”. Isinya, masalah bangsa bertumpu pada oligarki hingga korupsi.

Dia juga memberikan catatan, saat ini masyarakat banyak yang tidak berani mengemukakan pendapatnya karena ketakutan publik. Situasi inilah, yang disebut nalar publik berjalan mundur.

Baca juga : Omicron Kini Sudah Punya Anak, Kasusnya Mendominasi Denmark

“Saya sadari dalam diskusi ini semua hidup dalam ketakutan. Ini mempengaruhi kehidupan kita secara menyeluruh,” katanya.

Hendri berharap, dokumen tersebut dibaca siapa pun calon presiden yang akan maju di Pilpres 2024. Sehingga, para politisi ini akan menggunakan nalar publik dengan cukup baik.

Ketua Akademi Jakarta Seno Gumira Ajidarma menjelaskan, mundurnya nalar publik ini dipengaruhi pendidikan, lingkungan hidup, intoleransi sosial, ekonomi, dan politik. Banyak orang yang tidak berani mengemukakan pendapatnya saat ini akibat dari ketakutan publik.

“Ini merata. Atas nama sopan santun, adab. Ini gejala yang tidak bagus. Jadi kita buka, dengan menghapus segala macam sifat yang vulgar, tidak etis, dan segala macam,” katanya.

Baca juga : Sakit Perut, Osaka Mundur Dari Melbourne Summer

Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said menilai, dokumen ini penting. Dalam kacamatanya, saat ini pengingkaran atau penghancuran nalar publik sudah menunjukkan tanda yang jelas, cepat, dan pasti.

Kita sering disuguhkan hal-hal yang mengganggu nalar. Contoh, negeri sangat kaya dengan sawit, dan eksportir sawit terbesar, mengapa masyarakat sulit mendapatkan minyak goreng, sehingga pemerintah mengeluarkan subsidi?

“Itu pun tidak sampai kepada sasaran. Pertanyaannya, apakah ini dapat diterima nalar publik?” tanyanya.

Sudirman tak habis pikir dengan suasana takut mengoreksi ini terus membelenggu publik, termasuk kalangan akademis. Padahal mereka seharusnya menjadi sumber dari pikiran bebas dan kritis.

Baca juga : Golkar Konsisten Usung Airlangga Sebagai Capres 2024

“Menurunnya sifat kritis menjadi warning. Ini soal bangsa, soal besar. Tanpa kritis kita akan kehilangan ide terbaik membangun bangsa ini. Keunggulan lahir dari keberagaman dan keberagaman muncul dari kebebasan berpikir dan berpendapat,” ungkapnya. [BSH]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.