Dark/Light Mode

Bentuk Tim Koneksitas Kasus Sewa Satelit Kemhan

Kejagung Bidik Tersangka Kalangan Sipil Dan Militer

Selasa, 15 Februari 2022 07:20 WIB
Satelit Komunikasi Kementerian Pertahanan. (Foto: Ilustrasi/ist).
Satelit Komunikasi Kementerian Pertahanan. (Foto: Ilustrasi/ist).

 Sebelumnya 
Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin menyetujui penyidikan kasus ini dilakukan secara koneksitas. Dia pun berharap tim koneksitas segera menentukan tersangka. Burhanuddin mengutip ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Jaksa Agung mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer,” katanya.

Sementara Kemhan menggugat putusan Arbitrase Internasional-International Chambers of Commerce (ICC) yang menjatuhkan denda 20 juta dolar Amerika terkait sewa satelit. Gugatan didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Diregister sebagai perkara nomor 64/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Baca juga : Tersangka Sipil Bisa Diadili Di Pengadilan Militer Lho...

Lewat kuasa hukumnya Cahyaning Nuratih, Kemhan mengajukan dua petitum. Pertama, meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan putusan Arbitrase Internasional - ICC tidak dapat dieksekusi dan batal demi hukum. Kedua, menyatakan bahwa putusan Arbitrase Internasional tanggal 22 April 2021 Nomor 20472/HTG tidak dapat diakui dan tidak dapat dilaksanakan.

Berdasarkan putusan Arbitrase Internasional-ICC, Kemhan dijatuhi denda 20 juta dolar Amerika. Lantaran melanggar kontrak dengan Navayo International A.G dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD. Perkara ini bermula satelit Garuda 1 keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada tanggal 19 Januari 2015. Hal ini membuat terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.

Merujuk pada peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk kembali mengisi slot itu. Jika tak dipenuhi, slot dapat digunakan negara lain.

Baca juga : Mahfud Turun Tangan, Bukan Lepas Tangan

Kemhan kemudian menyewa satelit Avanti Communication Limited (Avanti), pada tanggal 6 Desember 2015 untuk mengisi kekosongan itu. Padahal, Kemhan belum mempunyai anggaran untuk keperluan itu.

Belakangan, Avanti menggugat Kemhan di London Court of International Arbitration (LCIA) atas dasar kekurangan pembayaran sewa sebesar Rp 515 miliar. Nilai itu kemudian dianggap sebagai kerugian negara.

Vendor satelit yang bekerja sama dengan Kemhan untuk proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) adalah Navayo, Airbus, Detente, Ho[1]gan, Lovel, dan Telesa. Belakangan, Kemhan digugat Navayo di Pengadilan Arbitrase Singapura karena wanprestasi. Kemhan diwajibkan membayar 20.901.209 dolar Amerika kepada Navayo. Inilah yang dipermasalahkan dalam gugatan Kemhan. [BYU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.