Dark/Light Mode

Soal Hepatitis Berat Yang Belum Jelas Penyebabnya, Ini Penjelasan Prof. Tjandra

Jumat, 29 April 2022 19:14 WIB
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama. (Foto: Istimewa)
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - World Health Organization (WHO) melaporkan setidaknya 169 kasus dari 12 negara, pada 23 April 2022. Seperti diketahui bahwa dalam beberapa hari terakhir dilaporkan kasus hepatitis yang belum jelas penyebabnya.

Belum lama ini dilaporkan sudah ada 12 negara di Eropa yang melaporkan kejadian ini, dan juga ada kasus di Israel dan Jepang, jadi sebenanrnya sudah lintas benua.

Mantan Direktur World Health Organization (WHO) Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, European CDC (E-CDC) sebagai badan yang menangani penyakit menular di Eropa menyampaikan beberapa perkembangan terakhir pada Kamis (28/4) sebagai berikut:

Pertama, masih dilakukan penelitian laboratorik dan epidemiologik untuk menjelaskan fenomena yang terjadi. Sejauh ini, pathogen yang paling banyak ditemukan pada pasiennya adalah adenovirus dasn juga SARS-CoV-2.

Baca juga : Pelni Berangkatkan Kapal Mudik Gratis Dari Pelabuhan Priok

Di Inggris, 75.5 persen kasusnya di tes positif terhadap adenovirus, dan pemeriksaan subtype pada 11 kasus menunjukkan adenovirus type 41F, sama dengan yang dilaporkan di Amerika.

Kedua, data penelitian epidemiologi awal belum menunjukkan secara jelas adanya sumber penular utama, jadi belum sepenuhnya jelas apakan berhuibungan dengan makanan, obat atau toksin.

Ketiga, kejadian penyakit ini adalah jarang, tidak jelas ada tidaknya kemungkinan penularan antar manusia, kasusnya masih bersifat sporadic.

Keempat, karena dapat terjadi kegagalan hati akut (acute liver failure) dan bahkan ada yang membutuhkan transplantasi maka E-CDC menyatakan bahwa potensi dampaknya adalah tinggi, dan disebut sebagai “public health event of concern”.

Baca juga : Indonesia Sulit Bersaing Di Tunggal Putri Dunia, Ini Penjelasan Susi Susanti

Dan kelima, yang masih akan dilakukan oleh E-CDC antara lain:

1. Menggalakkan surveilan dibidang epidemiologi, klinik, virologi, toksikologi dan lain-lain.

2. Perlu mencari informasi lain untuk menegakkan hipotesis penyebab terjadi, termasuk riwayat Infeksi sebelumnya, aspek personal, lingkungan dan lain-lain.

3. Perlu ada penelitian mendalam untuk mendapatkan faktor risiko Infeksi, kasus menjadi parah, kemungkinan penularan, gambaran klinik yang lengkap dan etiologi penyebabnya.

Baca juga : Ekspor Kopi Tidak Terganggu Perang Rusia Vs Ukraina, Ini Penjelasannya

Lebih lanjut Prof. Tjandra menyampaikan, Kementerian Kesehatan memang nampaknya sudah mulai waspada.

"Tiga langkah Utama yang perlu dilakukan adalah identifikasi kasus, surveilan epidemiologi yang ketat dan pemeriksaan laboratorium yang amat rinci. Langkah2 E-CDC di atas mungkin baiknya juga ada yang diterapkan di Indonesia, sejauh memungkinkan," ujar Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI. [SRI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.