Dark/Light Mode

Webinar LP3ES

Prof Didik: RKUHP Bajak Demokrasi

Minggu, 10 Juli 2022 21:52 WIB
Ketua Dewan Pengurus LP3ES Prof Didik J Rachbini (Foto: Istimewa)
Ketua Dewan Pengurus LP3ES Prof Didik J Rachbini (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Dewan Pengurus LP3ES Prof Didik J Rachbini mengkritik keras Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang segera dibahas di DPR. Terutama terkait adanya pasal penghinaan terhadap Presiden. Didik menyebut, RUKHP telah membajak demokrasi Indonesia.

Kritik ini disampaikan Didik dalam pengantar Webinar Seri Diskusi Negara Hukum dan HAM LP3ES yang bertema “Orientasi RKUHP dalam Sistem Hukum Indonesia”, Sabtu (9/7). Para pembicara webinar ini adalah Peneliti Pusat Studi Hukum dan HAM LP3ES/Akademisi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Milda Istiqomah, Anggota Komisi III DPR/Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani, dan Analis Kebijakan Ahli Madya Komnas HAM Mimin Dwi Hartono.

Demokrasi itu dibajak oleh pelopor dan pelaku demokrasi. Jadi, setelah tahun 1998, mereka buta dan melabrak apa saja, termasuk pasal penghinaan presiden,” ucap Didik.

Baca juga : Prof Didik Puji Misi Perdamaian Jokowi

Menurut Rektor Universitas Paramadina ini, sebenarnya pasal penghinaan presiden ada dalam hubungan pribadi-pribadi. Namun, dalam RUKHP hal ini diangkat-angkat ke dalam jabatan.

“Nanti, mengkritik itu akan dianggap menghina. Jadi, ini merupakan praktik anti-demokrasi yang sudah melingkupi seluruh sudut-sudut parlemen, aparat negara,” sindirnya.

Dengan kondisi ini, dia meminta kelompok intelektual dan akademisi tidak diam. “Kita harus sensitif dengan kondisi sekitar,” tandasnya.

Baca juga : Kritisi 3 Pasal Di RKUHP, Hima Persis: Jangan Rusak Kenaikan Indeks Demokrasi

Dalam diskusi, Arsul Sani mencoba memberikan penjelasan. Kata dia, dari sisi DPR, pasal penghinaan presiden ini dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, pandangan dari para praktisi hukum tata negara dan masyarakat sipil yang menyatakan, untuk menjamin kehidupan demokrasi yang lebih baik, pasal itu harus dihapus. Apalagi sudah ada putusan MK Nomor 013-022/PUU-IV/2006.

Kedua, DPR menerima pandangan dari akademisi dan ahli hukum pidana, bahwa dalam konteks hukum Indonesia yang demokrasinya belum matang, akan menimbulkan ketidaktertiban dalam kehidupan sosial. “Seperti yang dicontohkan saat masyarakat kita bermedsos. Itu tinjauan dari sisi yuridis,” papar Wakil Ketua MPR ini.

Dia melanjutkan, di RKUHP ada pasal tentang penghinaan terhadap kepala negara yang sedang berkunjung ke Indonesia. Jika ada masyarakat yang mencaci maki ratu, raja, presiden, atau perdana menteri negara sahabat yang sedang berkunjung, bisa dituntut dipidanakan.

Baca juga : Bapenda DKI Promosi Diskon Pajak Di CFD

“Karena itu, ahli hukum pidana menyampaikan, menjadi tidak logis jika menyerang harkat martabat dan kehormatan kepala negara lain yang sedang berkunjung ke Tanah Air itu bisa dipidana sementara menyerang Presiden dan Wakil Presiden sendiri tidak diapa-apakan,” jelasnya.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.