Dark/Light Mode

#WaspadaResesiEkonomi Bukan Untuk Nakut-nakuti

Minggu, 17 Juli 2022 06:50 WIB
Resesi Ekonomi di Indonesia. (Foto : Istimewa).
Resesi Ekonomi di Indonesia. (Foto : Istimewa).

 Sebelumnya 
Dia berpendapat, kondisi ekonomi domestik cukup terjaga dengan baik, di antaranya neraca pembayaran maupun APBN. Selain itu, korporasi maupun konsumsi rumah tangga juga terjaga dibandingkan negara lain. Sehingga kondisi Indonesia masih jauh dari resesi ekonomi. "Kita relatif dalam situasi yang tadi disebutkan (survei Bloomberg) bahwa risikonya 3 persen dibandingkan negara lain yang berpotensi mengalami resesi," terang mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Untuk tetap menjaganya, tambah Sri Mulyani, seluruh instrumen kebijakan akan digunakan, baik kebijakan fiskal, moneter, sektor keuangan, maupun regulasi lain untuk mengawasi kemungkinan resesi tersebut. Terutama regulasi dari korporasi di Tanah Air. "Dari sisi korporasi maupun dari rumah tangga kita juga relatif baik," imbuhnya.

Baca juga : Waspada Data Ekonomi AS, Rupiah Tak Bertenaga

Menurut Sri Mulyani, sektor keuangan Indonesia relatif lebih kuat semenjak krisis global 2008-2009. Dengan demikian, daya tahan Indonesia membaik dan risiko kredit macet perbankan pun terjaga. Hal tersebut menggambarkan seluruh sektor belajar dari krisis global pada 2008-2009.

"Namun, kita tetap harus waspada, karena ini akan berlangsung sampai tahun depan. Risiko global mengenai inflasi dan resesi atau stagflasi sangat nyata dan akan menjadi salah satu topik penting pembahasan di G20 Indonesia," papar dia.

Baca juga : Ingat, Rokok Elektrik Bukan Untuk Pengguna Di Bawah Umur!

Ancaman resesi juga diperkuat lewat pernyataan Dana Moneter Internasional (IMF). IMF menyatakan, prospek ekonomi global memburuk sejak April 2022. IMF tidak dapat mengenyampingkan kemungkinan resesi global tahun depan, mengingat faktor risiko yang terus meningkat.

Data ekonomi baru-baru ini menunjukkan beberapa outlook ekonomi besar di dunia, termasuk China dan Rusia, telah mengalami kontraksi pada kuartal kedua. Sehingga, potensi resesi bisa jadi lebih tinggi pada 2023.

Baca juga : KAI: Wajah Baru Stasiun Pondok Ranji Untuk Tingkatkan Pelayanan

Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios) Bhima Yudhistira menyebut, ancaman resesi itu fakta. Bukan nakut-nakuti. Ada indikatornya. Misal, tingkat inflasi mulai naik menjadi 4,3 persen per Juni 2022. Harga pangan dan energi yang naik berbahaya bagi daya beli masyarakat. "Kekhawatiran resesi itu memang nyata, karena beberapa indikator ekonomi menunjukkan berbagai tekanan," ucapnya. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.