Dark/Light Mode

Omicron Centaurus Datang

Prof. Tjandra: Tak Perlu Panik, Yang Penting Waspada

Selasa, 19 Juli 2022 10:55 WIB
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: Istimewa)
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama menyoroti pengumuman yang disampaikan pemerintah pada Senin (18/7), terkait kemunculan kasus BA.2.75 yang beken dengan nama Centaurus, di Jakarta dan Bali.

Terlebih, pada hari yang sama, artikel di situs kesehatan Amerika Serikat yang berjudul “Will Omicron Subvariant BA.2.75 Be the Next Covid Threat?” juga memaparkan kekhawatiran terhadap potensi ancaman yang ditimbulkan oleh subvarian tersebut.

"BA.2.75 yang pertama kali terdeteksi di India pada awal Juni 2022, kini menyebar di setidaknya 15 negara. Antara lain Jerman, Inggris, Kanada, Jepang, Selandia Baru, Amerika Serikat, Australia yang tidak jauh dari kita, dan Singapura yang merupakan negara tetangga terdekat," papar Prof. Tjandra.

Di India, varian Delta BA.2.75 menyebar dengan cukup cepat. Pakar Mayo Clinic menyatakan, peningkatan kasus di India akibat BA.2.75 ini tampaknya bersifat eksponensial. Meski masih harus menunggu data-data lain dalam minggu-minggu mendatang.

Baca juga : Hati-hati, Omicron Versi Centaurus Sudah Tiba Di Singapura

Pembantu Dekan Bidang Riset Arkansas State University juga mengkhawatirkan penyebaran BA.2.75 di India, yang menurutnya sekarang sudah lebih cepat dari BA.5.

Dia memperkirakan, BA.2.75 juga akan menyebar cukup cepat di Inggris dan Amerika Serikat, yang awalnya hanya ada di satu negara bagian. Namun, kini sudah ada di 7 negara bagian Amerika, yaitu California, Illinois, New York, North Carolina, Texas, Washington, dan Wisconsin.

Sementara itu, pakar dari Peking University, China menemukan fakta, BA.2.75 lebih memiliki kemampuan menghindar dari sistem imun tubuh. Dibanding BA.2.12.1 yang sempat mendominasi Amerika, sebelum BA.5.

"Memang sejauh ini, belum ada kepastian tentang pola penularan dan berat ringannya dampak BA.2.75 yang oleh sebagian pihak disebut sebagai Centaurus. Ini tentu bukan nama resmi dari WHO," ujar Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI.

Baca juga : Mardani Maming Tak Penuhi Panggilan KPK

Data sementara menunjukkan, BA.2.75 menunjukkan setidaknya 8 mutasi tambahan dibanding BA.5. Teutama, di terminal N, yang dapat punya pengaruh menghindar dari imunitas yang sekarang sudah ada.

"Data awal juga menunjukkan, BA.2.75 menunjukkan beberapa alternatif solusi dari BA.5, yaitu antara lain del69/70 menjadi 147E, 152R, 157L, 210V, 257S serta 452R menjadi 446S," jelas Prof. Tjandra.

Sebelum laporan BA.2.75 ini, sudah ada laporan dari India yang menghubungkan sub varian BA.2 dengan mutasi di with S:K147E, W152R, F157L, I210V, G257S, D339H, G446S, N460K dan R493Q.

Sementara itu, penelitian di China menyebutkan, tak ada perubahan yang bermakna tentang efikasi terhadap obat antibodi netralisasi antara BA.2.75 dengan BA.4/5.

Baca juga : Kondisi Mengkhawatirkan, Krisis Pangan Perlu Diwaspadai

Hal ini terutama disebabkan oleh sebagian antibodi yang memilih menetap, meski ada reversi R493Q.

Prof. Tjandra menuturkan, kemunculan BA.2.75 di Indonesia ini menunjukkan pada kita, bahwa pandemi Covid-19 masih bersama. Berbagai perkembangan dapat saja terjadi, termasuk adanya varian atau sub varian baru.

Terkait hal tersebut, Prof. Tjandra meminta masyarakat untuk lebih meningkatkan upaya antisipasi. 

"Tentu tidak perlu panik. Tetapi jelas perlu waspada  dan mendapatkan data ilmiah yang valid. Agar penanganan di lapangan dapat berjalan dengan tepat," pungkasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.