Dark/Light Mode

RUU KUHP Siap Disahkan

Hukum Kolonial Saatnya Diganti Hukum Nasional

Senin, 22 Agustus 2022 06:40 WIB
Kepala BIN Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan
Kepala BIN Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan

 Sebelumnya 
RKUHP Dihasilkan Melalui Meaningful Participation

Senada dengan Kepala BIN, Guru Besar Hukum Benny Riyanto menyatakan, RKUHP yang telah dihasilkan saat ini sangat penting segera disahkan untuk mengikuti pergeseran paradigma dalam ajaran hukum pidana modern. “Kini, paradigma hukum pidana di Dunia mulai bergeser dari paradigma keadilan retributif (balas dendam dengan penghukuman badan) menjadi paradigma keadilan korektif (bagi pelaku), restoratif (bagi korban), dan rehabilitatif (bagi pelaku dan korban). Paradigma hukum pidana modern ini telah diadopsi dengan baik di RKUHP yang kita miliki sekarang,” ujar Prof. Benny.

Baca juga : Bamsoet Dorong Perusahaan Swasta Dukung Ketahanan Pangan Nasional

Mantan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM ini menuturkan, pada 2019, Indonesia sudah hampir memiliki KUHP baru menggantikan KUHP produk kolonial. Namun, saat itu Presiden Jokowi meminta pengesahan ditunda untuk memberikan proses pelibatan partisipasi publik yang lebih bermakna. Partisipasi yang bermakna mencakup tiga unsur, yaitu hak untuk didengar, hak untuk mendapat penjelasan, dan hak untuk dipertimbangkan.

“Jeda waktu dari 2019 hingga 2022 ini sudah kita manfaatkan sebaik mungkin untuk sosialisasi dan penyerapan aspirasi ke berbagai ibu kota provinsi melalui berbagai kegiatan diskusi kajian bersama, dan seminar. Sehingga, pembentukan RKUHP ini sudah memenuhi asas meaningful participation atau partisipasi yang bermakna,” lanjutnya.

Baca juga : Perlu Komitmen Kuat Wujudkan Ratu Kalinyamat Jadi Pahlawan Nasional

Beberapa rumusan norma dalam RKUHP yang mengakomodasi masukan dari masyarakat sipil itu, antara lain rumusan norma dalam pasal penodaan agama dan aborsi. Serta, memasukkan norma terkait tindak pidana khas Indonesia, misalkan menyatakan diri memiliki kekuatan ghaib yang dapat mencelakakan orang lain. Demikian pula dengan perluasan norma pada Pasal 477 agar selaras dengan nilai-nilai budaya Bangsa, bahwa persetubuhan dengan anak di bawah umur 18 tahun, walaupun dengan persetujuan, dikategorikan perkosaan. “Bahkan perbuatan cabul tertentu juga dianggap perkosaan. Tapi hal yang paling penting dalam RKUHP adalah memasukkan norma yang melindungi Pancasila,” papar Prof. Benny.

Alhasil, Benny menyebutkan, berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, substansi RKUHP sudah sangat ideal sebagai basis norma hukum pidana nasional. “Maka perlu segera disahkan, mengingat anggota DPR pada tahun 2022 ini masa sidangnya tinggal dua kali lagi. Andaikata ada ketidaklengkapan pada RKUHP, masih tersedia mekanisme revisi undang-undang bahkan kalau ada norma yang dianggap keliru bisa melalui uji di Mahkamah Konstitusi,” tuturnya.

Baca juga : Ibu Putri, Tolong Kerja Samanya Ya!

Sementara itu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Marcus Priyo Gunarto mengatakan, potensi perbedaan pendapat rumusan delik dalam RKUHP adalah hal yang wajar. “Tetapi jika kita bersedia melihat berbagai kepentingan yang ingin dilindungi dibalik rumusan delik yang telah digagas para guru besar hukum pidana sejak 1964, kita akan mengerti maksud dan tujuan dari rumusan delik tersebut,” katanya.

Prof. Marcus menyarankan proses sosialisasi RKUHP saat ini diterima sebaik mungkin, karena soialisasi memang mutlak diperlukan. “Bahkan setelah disahkan sebagai undang-undang sekalipun, penyuluhan hukum pidana baru tetap diperlukan,” tambah Prof. Marcus. [RCH]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.