Dark/Light Mode

Recoki UU KUHP

Hei Wakil PBB, Lancang Kau!

Sabtu, 10 Desember 2022 07:48 WIB
Bendera PBB. (Foto: Istimewa)
Bendera PBB. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perwakilan PBB di Indonesia ikut merecoki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan DPR. Sikap PBB tersebut dianggap lancang dan berlebihan. Karena kesal, ada yang usul, kalau perlu Perwakilan PBB di Indonesia itu, diusir saja.

Pengesahan KUHP yang baru oleh DPR, Selasa (6/12), memang banyak mendapat sorotan. Terutama adanya pemahaman berbeda mengenai pasal perzinahan. Termasuk dari PBB.

Dua hari setelah pengesahan KUHP itu, Perwakilan PBB di Indonesia mengeluarkan keterangan resmi. Isinya, menyayangkan keputusan DPR yang mengesahkan KUHP. Mereka menganggap, beberapa pasal dalam KUHP itu, tak sesuai dengan kebebasan dasar dan hak asasi manusia (HAM). PBB juga menilai ada beberapa pasal di KUHP yang diskriminatif. 

Perwakilan PBB di Indonesia mengaku bahwa pakar HAM mereka telah mengirimkan surat kepada Pemerintah untuk memastikan hukum di Indonesia diselaraskan dengan kewajiban hukum hak asasi manusia internasional dan komitmen terhadap Agenda 2030 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). "Ini untuk menjamin semua warga Indonesia dapat menikmati semua hak yang diatur dalam konvensi dan perjanjian internasional yang diikuti RI," tulis pernyataan PBB, di situs resminya.

Sikap Perwakilan PBB ini dianggap berlebihan oleh sejumlah pihak. Seperti oleh Anggota Komisi I DPR Sukamta. Dia pun meminta Kementerian Luar (Kemlu) agar memanggil Perwakilan PBB yang mengkritik KUHP itu. "Sebaiknya Kemlu mengambil langkah protes kepada perwakilan PBB di Indonesia," kata politisi PKS ini, kepada wartawan, kemarin.

Baca juga : Kasus Suap Bankeu Jatim, KPK Panggil Wakil Bupati Lumajang

Sukamta menilai, Perwakilan PBB di Indonesia semestinya tak mengambil sikap sendiri. Terlebih, jika hal tersebut belum mewakili keputusan seluruh pihak di PBB.

Ia menilai, persoalan KUHP merupakan urusan kedaulatan Indonesia. Indonesia memiliki landasan hukum tersendiri. "Adalah hak bangsa Indonesia untuk mengatur hukum yang akan diberlakukan di dalam negeri Indonesia. Negara ini punya sumber hukum, adat istiadat yang berbeda dengan negara lain," ungkapnya.

Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menyampaikan hal serupa. "Saya mempersilakan Kemlu memanggil ataupun bersurat kepada Perwakilan PBB di Indonesia dalam rangka klarifikasi terkait tujuan pernyataan tersebut. Ini memang penting dan saya rasa cukup di situ," kata Meutya, kepada wartawan, kemarin.

Kemlu pun tidak tinggal diam dengan hal ini. Kemlu akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dalam menanggapi kekhawatiran PBB itu.

"Pada waktunya akan dijelaskan oleh Kemenkumham dan Kemlu akan berkoordinasi. Secepatnya disampaikan dan pembahasan terkait substansi KUHP, akan disiapkan kementerian maupun lembaga terkait," kata Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah, kemarin.

Baca juga : Jokowi Pimpin Upacara Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya

Dia menerangkan, Pemerintah menugaskan Kemenkumham atas tanggapan-tanggapan berbagai pihak yang diarahkan terkait KUHP. Sementara itu, kementerian dan lembaga terkait masih menyiapkan penjelasan substansi aturan tersebut.

Teuku juga mendorong agar semua pihak dan perwakilan negara sahabat untuk menunggu penjelasan substantif dari tim penyusun. Sebab, tim penyusun memiliki pemahaman terkait landasan filosofis dan norma-norma di balik setiap pasal dalam revisi KUHP. "Karena itu akan lebih bijak untuk menunggu penjelasan oleh mereka yang kompeten, sehingga tidak terburu-buru mengomentari," kata Teuku.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai sikap Perwakilan PBB itu sudah lancang, tidak patut dikeluarkan. Alasannya ada tiga. Pertama, sikap PBB yang dapat disuarakan perwakilannya adalah suara dari organ-organ utama PBB seperti Dewan Keamanan, Majelis Umum, Dewan HAM, Sekjen PBB, dan organ-organ tambahan. Bukan suara dari pejabat perwakilan PBB.

Kedua, pernyataan Perwakilan PBB itu harus melalui kajian yang mendalam atas perintah dari organ utama dan organ tambahan. Misalnya, ada pelapor khusus yang mendapat mandat dari organ utama.

Ketiga, pernyataan yang disampaikan Perwakilan PBB di Indonesia itu jelas bertentangan dengan Pasal 2 Ayat 7 Piagam PBB. Dalam ketentuan itu disebutkan, tidak ada hal yang terkandung dalam Piagam ini yang memberikan kewenangan PBB untuk campur tangan dalam masalah yang pada dasarnya dalam yurisdiksi domestik setiap negara.

Baca juga : Legacy Kepemimpinan Sang Ratu

Perwakilan PBB di Indonesia seharusnya menghormati proses demokrasi atas KUHP baru di Indonesia. Perwakilan PBB di Indonesia tidak perlu mengajari apa yang benar dan tidak benar terkait HAM yang cenderung HAM perspektif negara barat.

“Atas pernyataan Perwakilan PBB ini, ia meminta Kemlu memanggil Kepala Perwakilan PBB di Indonesia dan bila perlu melakukan persona non grata (pengusiran) pejabat tersebut dari Indonesia," tegasnya, kemarin.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.