Dark/Light Mode

Bumi (Geothermal Energy As A New Source of Electircity) Mewujudkan Net Zero Emission

Rabu, 28 Desember 2022 21:35 WIB
Proses pembangkitan listrik menggunakan panas bumi (Foto: Ivory, D)
Proses pembangkitan listrik menggunakan panas bumi (Foto: Ivory, D)

Aku ingin kamu bertingkah seolah-olah jika rumahmu sedang terbakar, karena itu memang benar.

-- Gretta Thunberg --

Bumi sebagai lingkungan tempat kita semua hidup terbakar. Tak terlihat memang, namun begitu dirasakan. Kalimat ini sangat cocok untuk mengilustrasikan tentang dampak dari perubahan iklim yang terjadi di seluruh belahan dunia, begitu pula dengan negara kita, Indonesia. Perubahan iklim telah menimbulkan berbagai bencana alam akibat peningkatan suhu rata-rata global dan semakin mengancam lingkungan hidup bumi beserta berbagai makhluk dan ekosistem yang berada di dalamnya.

Perubahan iklim dapat memperburuk erosi tanah akibatnya tanah akan mengalami penurunan kualitas bahan organik serta hilangnya keanekaragaman hayati tanah. Hal ini akan mengakibatkan makin maraknya bencana tanah longsor dan banjir. Dampak lainnya yakni berupa peningkatan suhu permukaan laut, pengasaman laut serta pergeseran pola arus dan angin akan secara signifikan mengubah susunan fisik dan biologis lautan. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan transformasi yang signifikan kepada Bumi karena Bumi didominasi oleh air. Perubahan iklim yang terjadi pada ekosistem pesisir dan laut, akan merendam 300 juta rumah pada 2050 dan meningkat menjadi 630 juta rumah pada tahun 2100 jika tidak dilakukan tata kelola lingkungan hidup yang baik khususnya upaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) (Kulp & Strauss, 2019).

Kenaikan suhu rata-rata global sebagai dampak dari perubahan iklim yang diakibatkan oleh tertimbunnya GRK di atmosfer mengakibatkan “greenhouse gas effect”. Hal ini mengakibatkan sebagian pancaran gelombang inframerah dari panas matahari tetap terperangkap di atmosfer Bumi. Kemudian, sisanya akan diserap oleh daratan dan lautan, serta memanaskan permukaan Bumi. Akibat greenhouse gas effect, gas -gas tersebut akan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan oleh permukaan Bumi, sehingga panas akan tersimpan secara berlebihan pada lapisan atmosfer bumi, diilustrasikan oleh gambar 1. Gas-gas yang memerangkap panas ini dapat diilustrasikan sebagai selimut yang menyelimuti Bumi. Hal menyebabkan temperatur rata-rata Bumi jauh lebih tinggi atau sering dikenal dengan istilah global warming atau pemanasan global.

Baca juga : Di Tangan Hendi Prio Santoso, MIND ID Siap Menuju Net Zero Emission

Gambar 1. Efek Rumah Kaca (Sumber: Penulis, 2022)

Gas-gas rumah kaca ini dihasilkan dari buangan (emisi) aktivitas manusia. Secara global, sumber utama emisi gas rumah kaca berasal dari emisi pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batubara yakni sebesar 31 persen, pertanian yaitu 11 persen, transportasi (15 persen), hutan (6 persen) serta industri manufaktur sebesar 12 persen (IEA, 2020). Hal ini menandakan bahwa emisi dari penggunaan energi pada semua sektor menyumbang 72 persen emisi GRK. Oleh karena itu, dunia kini bertransisi menggunakan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Karbon dioksida (CO2) merajai komposisi GRK di atmosfer dengan persentase mencapai 81 persen (United States Environmental Protection Agency, 2018). Rata-rata kenaikan suhu global naik sekitar 1 derajat tiap tahunnya antara 2020-2024 dan akan meningkat pada tahun-tahun tertentu, namun peningkatan ini perlu dijaga di bawah 1,5 derajat. Karena jika suhu permukaan bumi naik hingga 2 derajat, dapat menghancurkan ekosistem di sekitar 13 persen dari luas daratan dunia. Hal ini juga meningkatkan risiko kepunahan bagi banyak jenis spesies serangga, tumbuhan, dan hewan. Dunia termasuk Indonesia harus berupaya keras dan cepat untuk menjaga pemanasan global hingga 1,5°C agar mengurangi risiko terjadinya hal itu hingga 50 persen (Tollefson, 2018).

Central (2019) memprediksi mayoritas orang yang terkena dampak perubahan iklim terbesar yakni di benua Asia, terutama China, Bangladesh, India, Vietnam, Indonesia, dan Thailand. Pada wilayah tersebut, lebih dari 237 juta orang akan terkena dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan solusi jitu untuk menyelamatkan lingkungan hidup dan meminimalisir dampak perubahan iklim. Upaya global untuk memusnahkan pemicu perubahan iklim telah tertuang dalam perjanjian Paris (Paris Agreement) dan Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan yang akan dicapai pada tahun 2030 tepatnya poin ke-13 mengenai penanganan perubahan iklim. Mencatat rekor, namun tak membanggakan bangsa, Indonesia merupakan menyumbang sekitar 1,86 miliar ton CO2 pada tahun 2019, ditunjukkan pada gambar 2. Melihat kondisi ini, Indonesia tampaknya masih menghadapi tantangan besar dalam memenuhi target Nationally Determined Contribution (NDC), yakni komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan melalui Perjanjian Paris.

Gambar 2. Emisi gas rumah kaca Indonesia berdasarkan sumbernya tahun 2019. (Sumber: KLHK, 2021)

Baca juga : Dirut PLN Beberkan Jurus Capai Net Zero Emission 2060

Dapat dilihat di gambar 2 bahwa sektor energi menjadi kontributor terbesar dengan jumlah emisi 638,8 juta ton CO2. Emisi GRK-pun dari sektor energi diprediksi akan terus meningkat tiap tahunnya, ditunjukan oleh gambar 3. Dari total emisi yang dihasilkan oleh bahan bakar batu bara menjadi kontributor terbesar. Penyebab tingginya angka emisi oleh batubara sendiri disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Gambar 3. Proyeksi emisi gas rumah kaca per bahan bakar (2021-2030). (Sumber: PLN,2022)

Potensi tak ternilai namun terabaikan, kata-kata ini cocok untuk menggambarkan pemanfaatan tenaga panas bumi di Pulau Sumatera. Pulau Sumatera sendiri memiliki potensi panas bumi terbesar di Indonesia, yakni sebesar 9.679 Megawatt jumlah ini lebih banyak dari gabungan PLTU yang saat ini beroperasi dan dalam tahap perencanaan yang berjumlah 47 buah dengan kapasitas 7.566,5 Megawatt (RUPTL, 2022). Wilayah di pulau Sumatera dapat dimanfaatkan sebagai garda terdepan untuk mendukung Indonesia mencapai net zero emission tahun 2060. Potensi tersebut dapat dimaksimalkan dengan membuat pembangkit listrik tenaga panas bumi di daerah yang memiliki reservoir panas bumi sebagai pahlawan dunia dari bahaya perubahan iklim akibat emisi karbon yang kian hari meningkat. Oleh karena itu, penulis mengagas inovasi BUMI (Geothermal Energy as A New Source of Electricity) di mana panas bumi akan digunakan sebagai pengganti batu bara sebagai penghasil energi listrik di Sumatera.

Panas bumi merupakan sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan yang dapat dimanfaatkan dengan cara langsung dan tidak langsung. Salah satu pemanfaatan energi panas bumi secara tidak langsung ialah untuk menghasilkan energi listrik.

Baca juga : Dewan Energi Nasional Dukung Indonesia Menuju Net Zero Emission Pada 2060

Terdapat beberapa komponen penting untuk merealisasikan proses konversi dari panas bumi menjadi energi listrik ini di antaranya heat exchanger, kondensor, turbin, generator, menara pendingin (kondensator). Proses ini diawali dengan memompa air panas yang ada pada reservoir panas bumi yang akan dibawa ke heat exchanger dimana akan terjadi proses pemisahan antara uap dan air yang dipompa terjadi. Uap yang dihasilkan dari proses pemisahan langsung diarahkan menuju turbin pembangkit listrik untuk menghasilkan energi listrik. Setelah selesai uap tersebut diarahkan menuju kondensator sehingga steam tersebut terkondensasi menjadi air. Air ini selanjutnya di recycle untuk menjadi uap lagi secara alami. (Ivory, D., 2015). Sistem proses pembangkitan listrik menggunakan panas bumi ini diilustrasikan pada gambar 3.

Gambar 3. Proses pembangkitan listrik menggunakan panas bumi. (Sumber: Ivory, D., 2015)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.