Dark/Light Mode

Lawan DPR, Rakyat Tameng KPK

Minggu, 8 September 2019 08:03 WIB
Abraham Samad (Foto: Istimewa)
Abraham Samad (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Langkah DPR untuk melakukan revisi Undang-Undang KPK terus mendapatkan penolakan dan perlawanan. Tidak hanya dari KPK sendiri, tapi juga rakyat. Mereka siap menjadi tamengnya KPK melawan DPR.   

Upaya merevisi UU KPK bukan barang baru. Pelemahan terhadap KPK itu sudah berulang kali dicoba oleh DPR sejak 2010. Upaya merevisi UU KPK kembali mencuat di penghujung pemerintahan Jokowi. Seperti sebelumnya, upaya itu mendapat penolakan dari masyarakat. Berbagai aksi dilakukan di dunia maya juga dunia nyata. 

Di dunia maya, muncul petisi meminta Jokowi menolak revisi tersebut. Petisi di situs change.org ini diinisiasi Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Henri Subagiyo. Sampai tadi malam, petisi itu sudah ditandatangani oleh 16 ribu pengguna. Butuh 9 ribu lagi agar petisi ini bisa sampai ke Jokowi. 

Di dunia nyata berbagai aksi juga digagas. Kemarin, Hari ini misalnya, aksi menolak revisi UU KPK digelar di CFD, Jakarta. Aksi bertajuk "Seribu Bunga #Save KPK" akan dimulai di depan Menara BCA, Jalan MH Thamrin, Jakarta. 

Baca juga : Jangan Pilih Jaksa Agung Karbitan

Kegiatan bagi-bagi bunga ini akan diakhiri dengan longmarch ke gedung Merah Putih KPK dan dilanjutkan aksi simbolik penutupan gedung KPK sebagai bukti pelemahan pemberantasan korupsi akan mati. Aksi ini rencananya akan dihadiri para pendiri KPK, mantan pimpinan KPK serta mahasiswa. 

Koordinator ICW Adnan Topan Husodo mengatakan, salah satu cara melawan keinginan DPR adalah melalui gerakan masyarakat sipil. Ia khawatir kalau masyarakat diam, keinginan DPR melemahkan KPK bisa tercapai. "Harus diakui revisi UU KPK ini menunjukkan ada agenda tersembunyi, yang tujuannya membuat lembaga antikorupsi ini dibuat lebih moderat," kata Adnan, kemarin. 

Setidaknya ada sembilan implikasi negatif jika revisi terkabul. Seperti mengancam independensi KPK; membatasi penyadapan; sarat kepentingan politis lewat pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR; dan membatasi sumber Penyelidik dan Penyidik.

Para mantan pimpinan KPK pun turun gunung. Mereka kompak menolak rencana DPR merevisi UU KPK. Mantan Ketua KPK Abraham Samad menilai revisi bisa berdampak buruk bagi komisi antirasuah.  Ada enam poin yang paling disorot olehnya. Yakni KPK harus mengeluarkan SP3 bagi kasus yang sudah di atas satu tahun, dibentuknya dewan pengawas, menjadikan KPK bagian lembaga eksekutif, penyadapan harus seizin dewan pengawas, pengelolaan harta kekayaan, dan KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya.

Baca juga : Jangan Lemahkan KPK

“Kalau itu terus dipaksakan, dilanjutkan dan menghasilkan undang-undang dari hasil perubahan, maka saya kuatir KPK mati suri,” kata Abraham.

Sebagai contoh, Abraham sempat membahas terkait KPK menjadi cabang lembaga di tingkat eksekutif. Dengan demikian maka independensi KPK bisa tercoret. Para pegawainya pun harus diangkat menjadi ASN. Sedangkan terkait penyadapan, Abraham memastikan hal itu dilakukan kepada seseorang bukan karena hasrat pribadi para pimpinan. Melainkan ada mekanisme yang harus dipenuhi. 

Senada disampaikan mantan komisioner KPK Busyro Muqoddas. Dia menilai, gerakan perlawanan terhadap antikorupsi terlihat sebagai sebuah gerakan sistemik. Sudah disiapkan sejak lama. Paling tidak RUU Revisi KPK muncul dari DPR berkali-kali. Sejak zaman SBY hingga sekarang.

Busyro menilai selain ingin melemahkan KPK lewat reviai, DPR juga berupaya dengan RUU KUHP. Dalam usulan RUU KUHP, DPR berusaha menghilangkan status extraordinary crime atau kejahatan luar biasa pada tindak pidana korupsi. 

Baca juga : Ini Profil Singkat 10 Calon Pimpinan KPK

Terkait kabar KPK yang mengusulkan revisi? eks Ketua KPK Taufiequrachman Ruki membantah KPK pernah mengusulkan revisi UU. Ruki lalu menceritakan kronologisnya. Kata dia, saat itu Presiden Jokowi mengirim surat ke KPK yang isinya meminta pendapat soal revisi UU KPK. 

“Apa jawaban kami terhadap surat itu? Pertama, pada prinsipnya kami pimpinan KPK tidak setuju keinginan beberapa anggota DPR untuk merevisi UU KPK,” katanya, kemarin. 

Ketimbang merevisi UU KPK, katanya, pemerintah dan DPR sebaiknya merevisi terlebih dulu UU Tipikor. Karena UU Tipikor saat ini belum mengadopsi seluruhnya Konvensi PBB. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.