Dark/Light Mode

Soroti Kasus Antraks, Prof Tjandra Bagi Pengalaman Di Maros Dan Boyolali

Rabu, 5 Juli 2023 21:34 WIB
Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama. (Foto: Instagram/tjandra_aditama)
Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama. (Foto: Instagram/tjandra_aditama)

RM.id  Rakyat Merdeka - Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FK UI) Prof Tjandra Yoga Aditama menyoroti kasus antraks yang kini menyerang Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Ia berbagi pengalaman, ketika mengangani virus di Maros tahun 2010 dan Boyolali tahun 2011.

Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan ini bercerita setidaknya ada lima sapi yang mati dalam dua pekan di Maros, Maret 2010 silam.

"Satu diantaranya dipotong pada waktu sakit dan dagingnya dibagikan ke masyarakat," kata Prof Tjandra, dalam keterangannya, Rabu (5/7).

Ia melanjutkan, bahwa dari hasil pengujian di Balai Besar Veteriner tanggal 29 Maret 2010, sapi-sapi tersebut positif antraks. 

"Pada pasien yang ada ketika itu maka dilakukan pengobatan dan tentu juga diambil darahnya untuk diperiksa di laboratorium," lanjutnya.

Baca juga : Pertamina Patra Niaga Amankan Pasokan Energi Selama Libur Panjang Idul Adha

Dari pengalaman ini, Prof Tjandra menilai kejadian di Gunung Kidul saat ini juga sudah dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk identifikasi dan memastikan antraks nya. 

"Selain pemeriksaan darah maka juga dapat dilakukan pemeriksaan kulit, feses dan fungsi lumbal, kalau diperlukan," sarannya.

Sementara kejadian antraks di Boyolali tahun 2011 yang lalu itu, jelas Prof Tjandra  kronologi penyebaran wabah dimulai dari adanya seekor sapi yang sakit pada akhir Januari 2011. 

"Oleh pemilik sapi tersebut dipotong untuk dikonsumsi sendiri dagingnya dan sebagian lagi dijual ke pasar," ingatnya.

Ia menambahkan bahwa pengalaman di Maros dan Boyolali ini menunjukkan bahwa penularan antraks berasal dari binatang sakit yang disembelih lalu dikonsumsi manusia.

Baca juga : Partai Gerindra Siapin Serangan Darat Dan Udara

Ia berharap masyarakat luas mendapat pemahaman doal ini agar kejadian dan bahkan kematian pada manusia akibat antraks seperti di Gunung Kidul sekarang ini tidak kembali terulang.

Antraks atau Anthrax, kata Prof Tjandra merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Antraks umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, dan lainnya serta dapat menular ke manusia. Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Bakteri penyebab antraks, apabila terpapar udara, akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia termasuk desinfektan tertentu dan dapat bertahan di dalam tanah, sehingga kadang-kadang antraks juga disebut “penyakit tanah”.

Manifestasi penyakitnya di manusia ada tiga jenis. Pertama adalah antraks kulit, ini merupakan jenis antraks yang paling sering terjadi, tetapi tidak berbahaya. Kata Antraks memang bermakna "arang" dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit para korban akan berubah hitam. Jenis ke dua adalah antraks pencernaan serta yang ke tiga adalah antaks paru atau pernapasan, yang juga pada sebagian kasus dapat menjadi berat, menyebabkan syok serta meningitis dan bahkan kematian.

Karena antraks adalah zoonosis dan bahkan juga ada di tanah,  maka penanganannya harus melalui pendekatan One Health, yang merupakan kerja bersama kesehatan manusia, kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan.

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara menjelaskan, Antraks merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Antraks umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, dan lainnya serta dapat menular ke manusia. 

Baca juga : HUT Ke-23 Apkasi, Tito Ajak Para Bupati Bangkitkan Sektor Swasta Dan UMKM

"Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia," terangnya.

Ia menambahkan bahwa bakteri penyebab antraks, apabila terpapar udara, akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia. Termasuk desinfektan tertentu dan dapat bertahan di dalam tanah, sehingga kadang-kadang antraks juga disebut “penyakit tanah”.

Prof Tjandra menyebutkan manifestasi penyakitnya di manusia ada tiga jenis. Pertama adalah antraks kulit, ini merupakan jenis antraks yang paling sering terjadi, tetapi tidak berbahaya. 

Kata Antraks, jelasnya memang bermakna "arang" dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit para korban akan berubah hitam. 

"Jenis ke dua adalah antraks pencernaan serta yang ke tiga adalah antaks paru atau pernapasan, yang juga pada sebagian kasus dapat menjadi berat, menyebabkan syok serta meningitis dan bahkan kematian," tutupnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.