Dark/Light Mode

Suara PPP Anjlok di Pemilu 2019, Rommy Salahkan KPK

Senin, 23 September 2019 14:38 WIB
Mantan Ketua Umum PPP M Romahurmuziy, usai membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/9). (Foto: M Qori Haliana/Rakyat Merdeka)
Mantan Ketua Umum PPP M Romahurmuziy, usai membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/9). (Foto: M Qori Haliana/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Rommy mengeluhkan anjloknya suara partai berlambang Ka'bah dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Dia menyebut, operasi tangkap Tangan (OTT) KPK adalah salah satu faktor yang memangkas suara PPP, dalam pesta demokrasi lima tahunan itu.

Hal ini disampaikan Rommy dalam nota keberatan alias eksepsi setebal 19 halaman, yang dibacakannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (23/9).

Rommy menyebut, penangkapan KPK yang dilakukan sebulan sebelum pelaksanaan pemilu, yakni 15 Maret 2019, telah berimbas pada citra politik PPP secara nasional.

Baca juga : Pancasila Terlupakan, Pemilu 2019 Gaduh

Perolehan suara PPP dalam Pemilu 2019 mengalami penurunan lebih dari 1 juta suara. Pada Pemilu 2014, PPP mengantongi 8,1 juta suara atau 6,53 persen dari suara sah nasional. Akan tetapi, pada Pemilu 2019, partai itu hanya meraih 6,3 juta atau 4,52 persen suara.

Pada Pemilu 2014, PPP mendapatkan 39 kursi. Kini perolehan kursinya hanya 19.

"Perolehan suara ini menjadikan PPP sebagai partai paling buncit, dan nyaris tidak lolos ambang batas parlemen," keluh Rommy.

Rommy pun membuat kesimpulan dengan menuding penangkapan KPK beraroma politis."Saya bukan penyelenggara negara. Penyebutan pekerjaan saya Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) membenarkan dugaan penangkapan saya, dan dugaan motif politik yang dibungkus penegakan hukum," tudingnya.

Baca juga : Prabowo Tak All Out di Jabar

Meski KPK menyatakan operasi itu murni agenda penegakan hukum, Rommy menyebut langkah tersebut sebagai hal yang naif. Pasalnya, agenda penegakan hukum itu hanya dilakukan sebulan sebelum pemilu. Terlebih, menyasar seorang ketua umum parpol bakal memiliki imbas secara politik.

"Kecuali, kalau memang rancangannya adalah mengerdilkan PPP atau sekadar mencari sensasi. Itu sukses besar," tutur Rommy, nyinyir.

Usai persidangan, Rommy kembali menyinggung dugaan adanya motif politik dalam perkara yang menjeratnya. Sebab, dalam dua Pemilu berturut-turut, dua Ketua Umum PPP diciduk KPK.

Sebelum Romy, ada Suryadharma Ali yang tersandung kasus korupsi penyelenggaraan haji. Dia ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Mei 2014. Sedangkan Pemilu digelar pada 9 Juli 2014.

Baca juga : Layani Pemudik, Pelni Siapkan 26 Kapal

SDA, sapaan akrab Suryadharma, divonis 6 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama. "Saya mempertanyakan hal itu. Karena dalam dua pemilu berturut-turut, dua Ketum PPP. Kedua, dilakukan hanya satu bulan sebelum sebelum pemilu. Semua orang pasti akan dengan sangat mudah menilai, ada apa satu bulan sebelum operasi politik besar hanya untuk angka Rp 50 juta?" beber Rommy.

Dalam perkara ini, Rommy didakwa menerima suap bersama-sama dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp 325 juta dari Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin, dan Rp 91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi. Uang itu terkait pengangkatan keduanya dalam jabatan masing-masing.

Haris dan Muafaq telah dijatuhi vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor. Haris divonis 2 tahun penjara, sedangkan Muafaq, 1,5 tahun penjara. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.