Dark/Light Mode

Guru Besar ITB Tegaskan PLTU Suralaya Bukan Penyebab Polusi

Minggu, 3 September 2023 14:55 WIB
Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Puji Lestari. (Foto: Ist)
Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Puji Lestari. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - PT PLN (Persero) telah menghentikan operasi 4 unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya dengan kapasitas 1.600 megawatt (MW).

Namun pengurangan operasi PLTU tidaklah cukup untuk mengurangi polusi udara di Jakarta. Dampaknya hingga saat ini belum terlihat.

Peneliti sekaligus Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Puji Lestari menegaskan, bukan PLTU Suralaya yang menjadi penyebab polusi udara di Ibu Kota Jakarta.

"Jika dilihat dari hasil penelitian, kondisi meteorologi menjadi faktor besar yang mempengaruhi polusi udara di Jakarta saat ini. Pada Agustus dan saat ini, emisi PLTU tidak mengarah ke Jakarta. Arah angin menuju ke barat dan barat daya. Bukan ke timur atau arah menuju Jakarta," katanya, di Jakarta, Minggu (3/9).

Baca juga : Bagikan Emas Buat Rayakan Perceraian

Prof. Puji mengaku telah melakukan kunjungan ke PLTU Suralaya di Banten pada Jumat (1/9) lalu.

Diketahui, beberapa pembangkit PLTU Suralaya dalam posisi mati/shutdown sejak 29 Agustus 2023.

Menurut Puji, pengelolaan PLTU Suralaya sudah memenuhi aturan yang ditetapkan pemerintah, terutama dalam mengelola emisi yang dihasilkan.

Pengelolaan PLTU yang menghasilkan listrik tidak kurang dari 3.000 MW itu dinilai sudah sangat bagus.

Baca juga : Ludes Terjual, Advan Kembali Buka PreOrder Laptop WorlPlus di Tokopedia

Saat ini, terkait dengan ramai-ramai polusi udara di Jakarta perlu diketahui bahwa penyebab utamanya adalah sektor transportasi.

"PM 2.5 di Jakarta banyak dihasilkan oleh kendaraan bermotor, terutama kendaraan berat/heavy duty vehicle," jelasnya.

Puji menilai, banyak PLTU yang sudah bagus dalam menerapkan penggunaan alat pengendali polusi udara.

Seperti halnya, pemasangan Electrostatic Precipitator (ESP) dan Low Nox Burner serta alat pemantau emisi Continuous Emission Monitoring System (CEMS).

Baca juga : Kemenperin Pastikan Industri Bukan Penyumbang Polusi Udara, Ini Alasannya

Pemasangan teknologi ESP dan CEMS sudah diterapkan seperti PLTU Suralaya.

"Jika dipasang ESP, emisinya sangat sedikit sekali dan terpantau pada CEMS," ungkap Prof. Puji yang meraih gelar PhD dari Illinois Institute of Technology (IIT) Chicago, Amerika Serikat.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.