Dark/Light Mode

Nangis Di Pengadilan

Sofyan Basir : Tak Mungkin Saya Bunuh Rencana Besar Yang Untungkan Negara

Senin, 23 September 2019 21:39 WIB
Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir saat menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor. (Foto : M Qori Haliana/RM)
Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir saat menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor. (Foto : M Qori Haliana/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir menangis saat menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, hari ini, (Senin, 23/9/2019). Kepada majelis hakim, Sofyan menegaskan tidak ada niat melakukan korupsi terkait proyek PLTU Riau-1.

"Bagaimana bisa saya membunuh rencana besar yang menguntungkan buat negara, rencana besar buat kami dengan 140 ribu karyawan, dibunuh begitu saja?" ujar Sofyan sambil terisak di hadapan majelis hakim, Senin (23/9). Sofyan tampak mengusap air mata yang jatuh di pelupuk matanya.   

Sofyan menyesalkan penetapan dirinya sebagai tersangka yang hanya berdasarkan kata-kata.  "Kami 20 tahun mengabdi, sebagai Dirut hanya ucapan rangkaian kata-kata, dengan sangkaan-sangkaan. Ini betul berhala," sesal mantan Dirut BRI tersebut. 

Sofyan pun berharap mendapat keadilan dengan vonis bebas dari majelis hakim. Sofyan mengaku tak bersalah. Dia juga menegaskan, tidak mendapatkan keuntungan pribadi dari proyek terebut. 

"Harapan kami bebas. Tidak ada saksi hukum apapun untuk kami (saya) dan kami (saya) akan buktikan besok. Apa yang kami lakukan ini untuk kepentingan masyarakat. Bagi kami industri murah, tidak ada lagi PHK," tutur Sofyan.

Tak Bisa Dijerat Pasal Perbantuan

Baca juga : Sofyan Basir Tidak Bisa Dijerat Pasal Perbantuan

Pada persidangan sebelumnya, Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir menjelaskan mengenai peran pelaku pembantu atau perbantuan. Yakni pelaku sengaja melakukan perbantuan untuk berbuat pidana.

Punya niat melakukan pembantuan dan pembantu tidak harus menerima sesuatu dari yang dibantu.  “Perbuatan pembantuan itu disebut vultoop apabila dimulai dari adanya komitmen. Ada ijab qobul sebelum perbuatan itu dilakukan,” paparnya. 

Dengan pemaparan seperti itu, Mudzakkir menilai perbuatan perbantuan yang dituduhkan kepada terdakwa tidak bisa dikenakan perbuatan melakukan perbantuan.

Sementara ahli hukum acara pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda berpendapat hakim perlu mempertimbangkan pedoman hukum acara pidana secara proporsional. 

Hakim tidak boleh menghukum se seorang melebihi peran yang dilakukannya.  Dari kesaksian dua ahli itu, penasihat hukum Sofyan Basir, Heru Widodo menilai pasal yang dituduhkan kepada kliennya tidak memenuhi unsur.Sehingga dakwaan dapat dengan mudah dipatahkan.

Menurutnya, bukti-bukti yang diajukan jaksa bertentangan dengan unsur-unsur Pasal 12 huruf a UU Tipikor yang didakwaan terhadap Sofyan Basir. 

Baca juga : Tanggap Bencana, BRI Salurkan Bantuan CSR Korban Bencana Gempa Halmahera

“Suap terjadi ketika ada janji. Sementara, janji yang sudah disepakati pada 2015 akhir sebelum ada pertemuan dengan Pak Basir,” katanya. 

Heru menandaskan, kliennya juga sama sekali tidak memberi bantuan dalam mempertemukan para pihak yang terbelit perkara suap. Para pihak yang dimaksud Idrus Marham, Eni Maulana Saragih, dan Johanes Budisutrisno Kotjo. 

Adapun Soesilo Aribowo, penasihat hukum Sofyan Basir lainnya menilai dakwaan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 15 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP tidak relevan dengan perbuatan dituduhkan.

“Bahwa pada satu hal utama adalah niat dan kehendak. Jadi Pak Sofyan Basir sangat jelas dan JPU harus membuktikan apa yang Pak Basir tahu dengan bantuan itu dan dengan cara apa membantunya,” tuturnya. 

Menurutnya, Sofyan Basir disebut tidak memiliki kehendak untuk melakukan bantuan atau menginisiasi pertemuan para pihak yang terlibat skandal suap. "Unsur pembantuan itu saya melihat tidak ada satu kehendak atau niat pengetahuan Pak Basir akan pembantuan itu,” ujarnya.

Ditambahkan, pertemuan pertemuan tersebut merupakan pertemuan negosiasi biasa. Jadi, lanjut Soesilo, tidak benar Sofyan Basir memberikan fasilitas untuk melancarkan suap proyek PLTU Riau-1.  Begitu pula dengan tuduhan merayu para pihak berperkara agar mempercepat proses kesepakatan proyek PLTU Riau-1. 

Baca juga : Senin Besok, Sofyan Basir Jalani Sidang Perdana

PLN Dapat Saham Mayoritas

Ekonom Sunarsip yang dihadirkan sebagai saksi meringankan dalam sidang perkara Sofyan Basir menilai, Sofyan inovatif dan punya pemikiran brilian. Ini bisa terlihat dari skema yang diterapkan untuk proyek PLTU Riau-1.

“Jujur saya mengatakan tidak memiliki pengetahuan teknis yang utuh mengenai proyek tersebut. Namun sebagai orang yang memiliki pengalaman di bidang keuangan, saya cukup bisa memahami bagaimana konsep skema kerja sama yang di rancang dalam proyek PLTU Riau-1 antara PLN dengan mitra swastanya, Independent Power Producer (IPP),” kata Sunarsip.

Ia menganggap, skema kerjasama (jointventure) yang dirancang atau yang ditawarkan PLN kepada calon mitranya dalam proyek PLTU Riau-1, merupakan hasil gagasan out the box. Sofyan berusaha memaksimalkan keuntungan bagi PLN. Dimana PLN akan menjadi pemilik saham mayoritas 51 persen. Dengan jumlah kewajiban yang kecil. "Ide bisnis yang luar biasa,” kata Sunarsip. 

Mantan Komisaris BRI itu menjelaskan, PLN hanya perlu menyediakan dana 20 persen dari total ekuitas proyek PLTU Riau-1. Sisanya, yaitu 80 persen ditanggung mitra swasta (IPP). Melalui pinjaman yang diberikan oleh mitra swasta (IPP) atau disebut dengan istilah shareholders/equityloan (SHL).

Sunarsip pun menyayangkan jika proyek PLTU Riau-1 dibatalkan. “Adakah yang pernah berfikir berapa potensi kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan proyek PLTU Riau-1 tersebut,” tutupnya. [OKT/GPG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.