Dark/Light Mode

Keterangan Ahli di Sidang Kasus PLTU Riau-1

Sofyan Basir Tidak Bisa Dijerat Pasal Perbantuan

Selasa, 17 September 2019 14:40 WIB
Direktur Utama PLN nonaktif Sofyan Basir saat menjalani pemeriksaan di Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa waktu lalu. (Foto: M. Qori Haliana/Rakyat Merdeka).
Direktur Utama PLN nonaktif Sofyan Basir saat menjalani pemeriksaan di Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa waktu lalu. (Foto: M. Qori Haliana/Rakyat Merdeka).

RM.id  Rakyat Merdeka - Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia(UII) Mudzakkir mempersoalkan penggunaan rekaman sadapan sebagai barang bukti kasus yang menjerat Direktur Utama PLN nonaktif Sofyan Basir.
Menurut  rekaman asli hasil proses penyadapan atas percakapan terdakwa semestinya dihadirkan dalam persidangan. Ini merupakan alat untuk menguatkan pembuktian perkara. 

“Rekaman harus asli diambil dari percakapan antara dua orang atau dari pihak pertama. Tidak dapat diambil dari pihak kedua ataupun pihak ketiga,” kata Mudzakkir ketika dihadirkan sebagai saksi ahli sidang perkara Sofyan Basir di Pengadilan Tipikor Jakarta. 

Ditambahkan, jika jaksa hanya mengutip dari rekaman sadapan pihak lain, besar kemungkinan hasilnya bias. Atau menimbulkan interpretasi lain. Dicontohkan, keterangan lain yang diperoleh dari pihak kedua maupun ketiga tidak dapat diuji kesahihannya. 

“Itu sudah melalui interpretasi penerima pesan.” Mudzakir mengatakan keaslian rekaman sadapan dicek secara akurat. Pengecekan untuk mendapat orisinalitas buktibukti itu meliputi sektor sumber suara, nomor telepon, serta asal penerima telepon. 

Baca juga : Di Tangan Sofyan Basir, Kelistrikan Jadi Keren

“Sadapan bisa dikatakan benar atau tidak benar harus ada mekanisme pengujian. Sumber dari telepon asal dan penerima apa benar. Semua perlu dikroscek,” tandasnya. 
Menurutnya, jaksa tidak bisa memutar rekaman sadapan hasil duplikasi atau kloningan dan menganggapnya sebagai bukti petunjuk yang sahih. 

“Jaminan orisinalnya jadi hilang,” nilai Mu dzakkir. Ia juga berpendapat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi hanya dapat digunakan sebagai pedoman. Karena keterangan di BAP sifatnya hanya satu arah. 
“Andaikata keterangannya sama, maka keterangan yang digunakan adalah keterangan di pengadilan,” katanya. 

Berikutnya, Mudzakir menjelaskan mengenai peran pelaku pembantu atau perbantuan. Yakni pelaku sengaja melakukan perbantuan untuk berbuat pidana. Punya niat melakukan pem bantuan dan pembantu tidak harus menerima sesuatu dari yang dibantu. 

“Perbuatan pembantuan itu disebut vultoop apabila dimulai dari adanya komitmen. Ada ijab qobul sebelum perbuatan itu dilakukan,” paparnya. 

Baca juga : Tanam Ubi Jalar di Lahan Tidur Bisa Perkuat Produk Pangan

Dengan pemaparan seperti itu, Mudzakkir menilai perbuatan perbantuan yang dituduhkan kepada terdakwa tidak bisa dikenakan perbuatan melakukan perbantuan. Sementara ahli hukum acara pidana Universitas Muhamma diyah Jakarta, Chairul Huda berpendapat hakim perlu mempertimbangkan pedoman hukum acara pidana secara proporsional. 
Hakim tidak boleh menghukum se seorang melebihi peran yang dilakukannya. Dari kesaksian dua ahli itu, penasihat hukum Sofyan Basir, Heru Widodo menilai pasal yang dituduhkan kepada kliennya tidak memenuhi unsur. 
Sehingga dakwaan dapat dengan mudah dipatahkan. Menurutnya, bukti-bukti yang diajukan jaksa bertentangan dengan unsur-unsur Pasal 12 huruf a UU Tipikor yang didakwaan terhadap Sofyan Basir. 
“Suap terjadi ketika ada janji. Sementara, janji yang sudah disepakati pada 2015 akhir sebelum ada pertemuan dengan Pak Basir,” katanya. 

Heru menandaskan, kliennya juga sama sekali tidak memberi bantuan dalam mempertemukan para pihak yang terbelit perkara suap. Para pihak yang dimaksud Idrus Marham, Eni Maulana Saragih, dan Johanes Budisutrisno Kotjo. 

Adapun Soesilo Aribowo, penasihat hukum Sofyan Basir lainnya menilai dakwaan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 15 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP tidak relevan dengan perbuatan dituduhkan.

 “Bahwa pada satu hal utama adalah niat dan kehendak. Jadi Pak Sofyan Basir sangat jelas dan JPU harus membuktikan apa yang Pak Basir tahu dengan bantuan itu dan dengan cara apa membantunya,” tuturnya. Menurutnya, Sofyan Basir disebut tidak memiliki kehendak un tuk melakukan bantuan atau me nginisiasi pertemuan para pihak yang terlibat skandal suap.

Baca juga : Pidato Presiden di Sidang Tahunan Bisa Jadi Acuan Program Pembangunan Desa 

 “Unsur pembantuan itu saya melihat tidak ada satu kehendak atau niat pengetahuan Pak Basir akan pembantuan itu,” ujarnya. Ditambahkan, pertemuanper temuan tersebut merupakan per temuan negosiasi biasa. Jadi, lanjut Soesilo, tidak benar Sofyan Basir memberikan fasilitas untuk melancarkan suap proyek PLTU Riau-1. 

Begitu pula dengan tuduhan merayu para pihak berperkara agar mempercepat proses kesepa katan proyek PLTU Riau-1. [GPG]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.