Dark/Light Mode

Soal Rempang, Denny JA Kasih Masukan Ini

Rabu, 27 September 2023 20:30 WIB
Denny JA. (Foto: Ist)
Denny JA. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pendiri LSI, Denny JA ikut mengomentari soal konflik di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.

Denny mengatakan, ada beberapa alasan niat baik pemerintah melakukan pembangunan justru menimbulkan luka sosial. "Ini karena tidak diterapkannya filosofi pembangunan yang lebih melibatkan masyarakat setempat. Membangun itu sejak awal harus diniatkan juga menjadikan masyarakat lokal sebagai partner, bukan musuh," ujar Denny.

Hal teraebut diungkapkan Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, dalam video yang diunggah di akun media sosial resminya, DennyJA_World, Rabu (27/9).

Menurut Denny, ada tiga hal yang seharusnya sedini mungkin sudah diterapkan. Pertama, melibatkan masyarakat setempat sedini mungkin, bahkan ketika tahap perencanaan. Prinsip ini mulai dilakukan ketika konflik di Rempang sudah memanas.

Baca juga : Riko Soal Kinerja Wasit Liga 1: Merugikan Persija

"Kita pun mendengar solusi dari masyarakat lokal itu sendiri. Mereka tidak ingin dipindahkan ke pulau lain. Tapi mereka bersedia jika hanya digeser di pulau yang sama. Sehingga mereka, misalnya, tetap bisa melaut sebagai nelayan di area yang sudah mereka kenali," jelasnya.

Denny mengatakan, masyarakat lokal juga tak ingin makam leluhurnya digusur. Ini harapan yang mudah diakomodasi. Tak hanya tidak digusur, makam itu justru itu dipugar supaya lebih nyaman dikunjungi.

Kedua, berikan ganti rugi yang adil. Hal ini, kata dia, mudah dilakukan. Namun, harus dipastikan dan didahulukan bahwa mereka mendapatkan pengganti tanah yang sah dan bersertifikat di area yang layak. Di atas tanah itu, harus dibantu berdiri rumah yang mereka miliki sendiri.

Dia menambahkan, masyarakat harus menerima kompensasi uang cash karena hilang mata pencariannya. Masyarakat jangan sampai dipisahkan dari komunitas lama yang sudah terbina turun-temurun.

Baca juga : Ngobrol Bareng FOSPI, Benny Janji Selesaikan Masalah ABK Indonesia Di Taiwan

"Mereka bersama komunitasnya dipindahkan bersama-sama di lokasi yang tak berjauhan," ujarnya.

Ketiga, mereka berhak atas berkah pembangunan di wilayah nenek moyangnya. Dia mencontohkan, mereka perlu diikutkan bekerja dalam proses pembangunan, mulai menjadi buruh, kontraktor, dilatih keterampilan sebagai mandor, atau ikut membuka warung untuk supply makanan bagi yang bekerja.

Menurutnya, ketika perusahaan berjalan dan bagian dari keluarga mereka diajak bekerja sebagai karyawan. Perusahaan juga menyiapkan dana rutin dan corporate social responsibility (CSR) untuk ikut menumbuhkan komunitas masyarakat lokal setempat.

"Dengan tiga prinsip ini, pembangunan tidak hanya berorientasi kepentingan pemilik modal. Tapi ini filosofi membangun bersama masyarakat lokal," terangnya.

Baca juga : Hoax Rempang Bertebaran Di Medsos, Pengamat Sarankan Pemerintah Lakukan Mitigasi

Denny menambahkan, bukan pembangunan yang dimusuhi karena tak adil atau malah menjadi musuh masyarakat. Tapi ini menjadi pembangunan yang didukung oleh penduduk setempat, karena mereka ikut dilibatkan sejak awal dan merasakan berkahnya.

"Ini bukan sekadar masalah teknik komunikasi dalam membangun. Ini adalah orientasi dan filosofi dalam membangun," pungkasnya.

Untuk diketahui, Pulau Rempang akan dikembangkan menjadi Eco City. Investasi yang akan masuk ke kawasan itu sebesar Rp 381 triliun hingga 2080. Proyek ini akan diperkirakan akan menyerap lebih dari 300 ribu tenaga kerja.

Proyek ini pun sudah mengundang dan diikuti oleh perusahaan asing yaitu Xinyi Glass Holding yang bersedia menanamkan modal hingga Rp 176 triliun. Luas tanah yang akan dikelola sebanyak 8.000 hektare.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.