Dark/Light Mode

Cegah Sekolah Ambruk, Pengamat: Bangunan Sekolah Harus Punya Standarisasi

Kamis, 18 Januari 2024 13:13 WIB
Foto: Ist
Foto: Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat kebijakan pendidikan Prof. Dr. Cecep Darmawan menyatakan, insiden ambruknya atap ruang kelas dan ruang guru di SMPN 2 Greged, Desa Sindang Kempeng, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, menjadi pengingat pentingnya standarisasi bangunan gedung sekolah dan material konstruksi yang digunakannya.

Cecep mengatakan, peristiwa ambruknya gedung sekolah yang terus terulang harus ditanggapi dengan serius karena dapat menghambat perkembangan dunia pendidikan di Tanah Air.

“Seharusnya ada standarisasi (pembangunan/renovasi sekolah) karena ini kan menyangkut keselamatan anak didik. Jadi bukan persoalan sepele,” ujarnya, Kamis (18/1/2024).

Menurut dia, hal ini menjadi salah satu penyebab tidak majunya dunia pendidikan Tanah Air. 

“Karena fasilitas pendidikan tidak bisa menciptakan rasa aman, nyaman dan terbebas dari insiden-insiden yang bisa mencelakai anak didik,” keluhnya.

Guru Besar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) itu menerangkan, ada delapan standar dalam pendidikan nasional, yang salah satunya mencakup standar fasilitas, sarana dan prasarana.

Ia menyebut, standarisasi sarana dan prasarana ini bukan hanya terpaku pada ukuran, tapi juga pada kualitasnya.

Untuk itu, menurutnya, sangat penting dalam pembangunan dan renovasi bangunan sekolah menggunakan material bangunan yang memiliki Standar (SNI).

Pemerintah harus mengevaluasi regulasinya. Karena, kewenangan pendidikan bersifat concurrent atau berbagi.

“Mana kewenangan pusat mana kewenangan daerah. Jadi kalau SD SMP itu kewenangannya kabupaten kota. Tapi yang harus diingat ada NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria). NSPK ini yang menentukan Pemerintah Pusat,” ingat Cecep.

Baca juga : Gus Halim Ingatkan Pembangunan Desa Harus Jadi Prioritas Indonesia

“Jadi pemerintah harus melihat kembali standarisasi gedung-gedung sekolah. Jangan sampai di bawah standar. Dengan kata lain pemerintah pusat atas kasus ambruknya gedung sekolah itu harus turun tangan,” imbuhnya.

Cecep menilai, pihak berwenang seperti Pemerintah Daerah dan kepolisian harus turun tangan melakukan penyelidikan dan audit secara menyeluruh guna mengetahui penyebab pasti insiden tersebut.

Apalagi diketahui, atap bangunan yang ambruk tersebut ternyata baru direnovasi sekitar satu tahun yang lalu.

“Makanya saya katakan, polisi harus turun untuk memastikan bahwa material yang dipakai harus memenuhi standar. Kalau di bawah standar itu pasti ada pelanggaran,” bebernya.

Menurut Cecep, jika pemerintah kalau belum mewajibkan SNI untuk material bangunan, seperti baja ringan contohnya, maka pemerintah juga salah. SNI itu harus menjadi kewajiban, karena menyangkut keselamatan.

“Kejadian ini harus jadi evaluasi bagaimana standarisasi gedung, termasuk materialnya, misalnya baja ringannya wajib sudah berstandar SNI,” tutur Cecep.

“Yang kedua tetap harus diusut polisi itu dan dilakukan audit bagi gedung yang lain setiap tahunnya. Baik yang sudah dibangun atau yang akan dibangun. Dan ini harus dibuka kepada publik, karena ini merupakan bagian dari penguatan dunia pendidikan,” sambungnya.

Selain masalah standar bangunan, poin penting lain yang menjadi sorotan Cecep adalah terkait dampak yang harus diterima pada enam anak didik yang menjadi korban dalam insiden tersebut.

Cecep menilai, Pemda harus bertanggung jawab kepada para korban.

Cidera fisik dan trauma yang dialami para korban menurutnya harus ditanggulangi sehingga tidak sampai mempengaruhi masa depan mereka.

Baca juga : Calon Pengganti Sudah Kedaluwarsa, Pengisian Pimpinan KPK Harus Melalui Pansel

Cecep juga meminta agar Pemda memberikan kompensasi kepada para korban.

“Jadi kalau di sekolah itu korban yang trauma akan terus melihat atap sehingga tidak konsentrasi dan akan mengganggu kesuksesan anak di masa depan. Ini yang berat, makanya harus ada tanggung jawabnya karena ini terjadi di layanan publik. Wajib berikan santunan. Siapa yang harus tanggung jawab? Pemerintah daerah, Disdik dalam hal ini,” tegas Cecep.

Terakhir, Cecep meminta agar pemerintah tidak asal membangun atau merenovasi gedung sekolah.

“Bikin sekolah jangan kaleng-kaleng. Kalau kita ingin berkomitmen meningkatkan mutu pendidikan kita. Jangan sampailah di sekolah itu nantinya diajarkan mitigasi untuk mengantisipasi insiden atap ambruk,” tutup Cecep.

Di tempat terpisah, Kepala Sekolah SMPN 2 Greged, Heriyanto menerangkan, dua ruang yang atapnya ambruk baru direnovasi pada Oktober 2022 dan baru digunakan untuk kegiatan belajar mengajar pada Juni 2023 lalu, karena kelas lain yang kondisinya juga sudah rusak parah.

Saat kejadian, ruang guru sudah dikosongkan karena sebelumnya sudah terdengar suara tanda-tanda akan ambruk.

Namun di ruang kelas yang sedang digunakan siswa kelas 7, kegiatan KBM masih berlangsung. Ada 32 murid yang tengah belajar saat itu. Atap bangunan yang tiba-tiba ambruk akhirnya melukai 6 siswa.

“Sebagian siswa yang luka hari ini sudah ada yang masuk sekolah. Tapi sebagian masih ada yang belum masuk. Katanya masih trauma,” terang Heriyanto ditemui Senin (15/1/2024).

Heriyanto berharap, renovasi yang dilakukan harus lebih mengutamakan keselamatan para siswanya.

Untuk itu, dirinya dibantu pihak komite sekolah juga berjanji akan mengawasi proses renovasi yang akan dilakukan setelah Dinas Pendidikan setempat melakukan penyelidikan terkait penyebab pasti insiden tersebut.

Baca juga : Pengamat: Isu Pemakzulan Ganggu Stabilitas, Polri Harus Bertindak

“Kalo saya sebenarnya spek baja ringan sih kurang paham berapa ketebalannya. Saya inginnya itu ketika direhab ini semua perangkat itu mengutamakan keselamatan anak didik. Artinya material harus sesuai dengan standar SNI,” tuturnya.

“Intinya ke depan kami akan hati-hati terkait spek material yang digunakan. Kayanya sih nanti bukan saya aja yang akan melototin. Semua, termasuk komite, pak kuwu, jadi kami ingin pastikan kalau nantinya materialnya termasuk baja ringannya standar nasional lah. Yang ber-SNI,” imbuh Heriyanto.

Kuat dugaan, baja ringan yang digunakan tidak memiliki standar SNI. Hal itu dibuktikan dengan tidak ditemukannya logo SNI pada profil baja ringan di sisa reruntuhan ketika wartawan datang mengambil gambar.

Sebelumbya, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Cirebon, Roniato  menduga, ambruknya atap ruangan kelas dan guru di SMPN 2 Greged akibat material bangunan yang tidak sesuai.

“Dugaan kami penyebabnya adalah karena konstruksinya memakai baja ringan tapi gentengnya memakai genteng beton. Sehingga bebannya tidak sebanding,” kata Roniato, Jumat (12/1/2024).

Roniato menilai, jika konstruksi bangunan memakai baja ringan, maka gentengnya seharusnya menggunakan genteng berbahan metal sehingga bebannya tidak terlalu berat.

Roniato mengatakan, bangunan ruang kelas yang ambruk sebenarnya baru direnovasi pada beberapa tahun lalu. Oleh karenanya, ia juga menyayangkan adanya kejadian tersebut.

Namun begitu, untuk memastikan penyebab utama yang mengakibatkan ambruknya atap ruang kelas SMP Negeri 2 Greged tersebut, Disdik Kabupaten Cirebon akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait.

“Kita belum tahu (penyebab utamanya). Mungkin nanti para ahli yang akan melihatnya seperti apa,” tutupnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.