Dark/Light Mode

Agar Pemerintahan Sehat, LIRA Dorong Partai Yang Kalah Di Pilpres Jadi Oposisi

Minggu, 18 Februari 2024 15:00 WIB
Agar Pemerintahan Sehat, LIRA Dorong Partai Yang Kalah Di Pilpres Jadi Oposisi

RM.id  Rakyat Merdeka - Dewan Pimpinan Pusat Lumbung Informasi Rakyat (DPP LIRA) mendorong pihak yang kalah di Pilpres untuk menjadi oposisi agar pemerintahan berjalan dengan sehat.

Hal tersebut disampaikan oleh Presiden LIRA Andi Syafrani dalam menyampaikan pernyataan sikap LIRA terkait Pilpres, Minggu (18/2/2024).

Menurut dia, berdasarkan perhitungan cepat yang dilakukan oleh lembaga survei, Pilpres telah dimenangkan oleh Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dengan perolehan suara di atas 50 persen.

“Dari pengalaman Pilpres sebelumnya, perbedaan hasil hitungan cepat oleh lembaga survei dengan hasil akhir KPU sangatlah tipis. Sehingga hitungan cepat lembaga survei dapat dipercaya secara ilmiah,” ujarnya.

Apalagi, kata dia, tidak ditemukan adanya persoalan, baik dalam kategori teknis maupun etis yang dilakukan oleh lembaga survei yang terlibat dalam hitungan cepat dalam Pemilu kali ini. Meskipun demikian, harus ditegaskan bahwa perhitungan cepat lembaga survei bukanlah hasil akhir resmi Pemilu.

Baca juga : Jaringan Gontor Nusantara Dukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024

“Semua pihak harus tetap menunggu perhitungan resmi KPU sesuai waktu dalam tahapan yang telah ditetapkan,” ujarnya.

Menurut dia, Pilpres kali ini berjalan dengan rentetan persoalan hukum yang kompleks, bahkan ruwet, yang melibatkan lembaga yudisial. Persoalan-persoalan hukum ini menjadi beban tersendiri yang menyeret persoalan penerimaan terhadap hasil Pilpres karena persoalan hukum ini dimulai dan terkait dengan legalitas kepesertaan dalam pemilu baik untuk Pileg maupun Pilpres hingga beberapa kali vonis pelanggaran etis kepada para komisioner KPU.

Terhadap adanya dugaan pelanggaran pemilu baik dalam proses maupun hasil, harus disampaikan kepada lembaga yang berkompeten sesuai jenis pelanggarannya. Para penegak hukum harus bersikap netral, adil, dan sesuai hukum untuk memilihkan kepercayaan rakyat tidak saja terhadap kewibawaan lembaga hukum, terlebih untuk memperkuat legitimasi rakyat terkait hasil Pemilu ini.

“Apapun hasil Pemilu ini harus diterima dengan legowo tentu dengan tanpa sedikitpun mengurangi sikap kritis terhadap proses yang terjadi dan menghalangi hak warga untuk melaporkan pelanggaran kepada yang berwenang,” ujarnya.

Pemerintah yang akan datang harus menjamin kebebasan rakyat untuk menyampaikan pendapatnya di muka publik sesuai koridor hukum dan memperbaiki kualitas demokrasi.

Baca juga : Woro-Woro Lebak Dorong Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran Di Pilpres 2024

LIRA mendorong adanya kekuatan oposisi di parlemen untuk penyeimbang kekuatan pemerintah yang akan datang. Kontrol yang lemah terhadap pemerintah berpotensi melahirkan pelanggaran yang membahayakan demokrasi.

“Partai yang kalah Pemilu harus memberanikan diri untuk berada pada posisi di luar pemerintah untuk menjadi pengawas yang kuat dan terhormat,” ujarnya.

LIRA juga meminta kepada Presiden untuk mengganti seluruh komisioner KPU Pusat yang ada saat ini, khususnya yang sudah dikenai sanksi oleh DKPP lebih dari satu kali. Hal ini untuk memastikan pelaksanaan Pilkada pada November 2024 mendatang lebih baik daripada Pemilu saat ini.

“Profesionalitas KPU adalah syarat mutlak pelaksanaan Pilkada yang harusnya lebih baik dari Pemilu karena dilaksanakan belakangan,” ujarnya.

Pelaksanaan Pilkada serentak nanti harus dilakukan dengan netralitas penjabat kepala daerah secara total. Pelaksanaan Pilkada serentak dalam suasana keraguan terhadap proses dan hasil Pemilu saat ini dapat memperburuk kualitas demokrasi pascapemilihan serentak di 2024.

Baca juga : Podcast Bersama Gus Hayat, Bamsoet Dorong Peningkatan Pembangunan Desa

LIRA juga meminta kepada pembuat UU untuk memisah kembali Pileg dan Pilpres. Dua kali pelaksanaan Pileg dan Pilpres telah menciptakan suasana kompetisi Pileg yang tidak seimbang dengan Pilpres yang berakibat pada rendahnya interaksi dan atensi pemilih dengan calon wakil rakyatnya.

Akibatnya dikhawatirkan kualitas wakil rakyat yang terpilih bukan dipilih berdasarkan relasi politik yang alami. Rakyat pun memilih tidak didasarkan pada pertimbangan rasional, tapi lebih transaksional. 

“Perhatian utama pemilih hanya pada Pilpres. Pileg dianggap tidak penting, dengan adanya dugaan banyaknya suara tidak sah untuk Pileg karena ketidaktahuan pemilih terhadap calon-calon wakilnya yang sangat banyak,” ujarnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.