Dark/Light Mode

Hari Penyakit Langka Sedunia

Prof. Tjandra: Semoga, Biaya Dan Fasilitas Diagnosis RD Bisa Dibantu Pemerintah

Kamis, 29 Februari 2024 12:08 WIB
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: dok. Pribadi)
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: dok. Pribadi)

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Tjandra Yoga Aditama menyoroti tanggal 29 Februari 2024 sebagai Hari Penyakit Langka Sedunia (World Rare Disease Day).

"Kita tahu,  hampir semua bulan dalam 1 tahun berisi 30 atau 31 hari. Kecuali, bulan Februari. Jadi, bulan ini termasuk sesuatu yang jarang atau langka. Karena itulah, minggu terakhir Februari diperingati sebagai World Rare Disease Week, dan hari terakhir Februari sebagai World Rare Disease Day," kata Prof. Tjandra dalam keterangannya, Kamis (29/2/2024).

"Tahun ini menjadi lebih langka lagi, karena merupakan tahun kabisat. Khusus untuk tahun-tahun kabisat, World Rare Disease Day diperingati pada 29 Februari, hari ini," imbuhnya.

Baca juga : Puan Anggota Dewan Paling Banyak Jadi Bahan Pemberitaan

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu pun menyebut contoh penyakit langka seperti Sindrom Morquio, Sklerosis Multipel, Penyakit Fabry, Asidosis Tubulus aren alis, Citrulinemia, Phenylketonuria (PKU), Osteogenesis Imperfecta dan sebagainya. Nama-nama penyakit ini tidak banyak dikenal masyarakat.

Diperkirakan, ada lebih dari 300 juta orang di dunia yang terdampak penyakit langka (rare diseases/RD) ini - termasuk pasien dan keluarga kerabatnya - dari lebih 7 miliar penduduk dunia.

Ada sekitar 10 ribu jenis penyakit langka, yang mempunyai karakteristik sangat bervariasi pada gejala kliniknya. Begitu pula diagnosis pada masing-masing penderita.

Baca juga : Prof. Tjandra Soroti 5 Catatan Penting Kesehatan Dunia 2023, Ini Rinciannya

Prof. Tjandra mengatakan, diagnosis  membutuhkan waktu yang cukup lama hingga bertahun-tahun. Bahkan, bisa berganti-ganti dokter dan laboratorium.

Namun, di era genomik sejak tahun 2005, dengan ditemukannya alat baru yang bisa mensekuens DNA atau gen manusia, beberapa penyakit RD bisa lebih cepat terdiagnosis. Sehingga, penanganan, bahkan pengobatan serta pola penurunan penyakitnya bisa diketahui.

"Tidak semua penyakit RD diturunkan. Banyak yang justru terjadi karena spontan (mutasi baru), yang masih belum bisa diketahui penyebabnya. Dengan perhatian keluarga, orang tua yang penuh kasih sayang, serta keikhlasan dan semangat,  anak-anak penderita RD bisa mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik," tutur Prof. Tjandra.

Baca juga : Karir Cemerlang Dewi Tjandraningsih, Istri Kakorlantas Polri Brigjen Aan Suhanan

Untuk negara kita, Prof. Tjandra sangat mendukung upaya tenaga kesehatan dan pemerintah dalam meningkatkan kesadaran ibu-ibu dengan anak penderita RD, untuk mendirikan komunitas. Agar dapat saling bertukar pengalaman, merasakan kebersamaan, dan melakukan advokasi ke pemerintah atau badan-badan sosial lainnya.

Selain itu, Prof. Tjandra juga mendorong kemudahan, agar diagnosis yang mahal dan obat-obat atau susu/ diet makanan yang harus diimport dari luar negeri tidak dikenakan biaya pajak.

"Harapannya, biaya dan fasilitas diagnosis RD bisa segera dibantu pemerintah. Tidak semua penderita RD menjadi beban pemerintah. Mereka juga bisa menjadi individu yang produktif dan bermanfaat bagi masyarakat," pungkas Prof. Tjandra 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.