Dark/Light Mode

Mengapa Usia Ideal Hamil di Rentang 20-35 Tahun, Ini Penjelasan Dokter Hasto

Rabu, 3 April 2024 16:01 WIB
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dokter Hasto. (Foto: Istimewa)
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dokter Hasto. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter Hasto, secara ilmiah membeberkan alasan usia ideal perempuan untuk 

hamil direntang 20 hingga 35 tahun. Hal itu dokter Hasto ungkapkan ketika memberikan sambutan pada acara Silaturahmi BKKBN Bersama Tim Pendamping Keluarga (TPK), Keluarga Berisiko Stunting (KRS) dan masyarakat, di Masjid Adzuriyah BKKBN Pusat, Jakarta, Selasa (2/4).

“Secara ilmiah, kalau sudah di atas 35 tahun disebut hamil risiko tinggi. Sehingga jabatannya itu naik jadi KRT (Kehamilan Risiko Tinggi). Jadi, di atas 35 tahun kalau hamil memang sudah masuk dalam risiko-risiko. Karena puncak kejayaan manusia itu usia 32 tahun,” terangnya.

Menurut dokter kandungan ini, jika hamil di atas usia 35 tahun, sebelum hamil sebaiknya calon ibu harus melakukan beberapa pemeriksaan kesehatan.

“Tipsnya gini, sebelum hamil cek gula darah, cek tensi, cek Hipertiroid (hormon). Karena, semakin tua biasanya gula darahnya naik. Dalam keadaan seperti itu kalau hamil berbahaya untuk ibu dan bayinya," jelas dokter Hasto.

Baca juga : Pesawat Tujuan Jeddah Mendarat Di Kualanamu, Begini Penjelasan Lion Air

Satu lagi, lanjut dokter Hasto, adalah jantung. "Ada orang yang begitu 35 tahun jantungnya sudah agak nggak beres. Maka, kalau usia sudah 35 tahun, jantungnya harus dicek dulu sebelum hamil. Karena orang hamil beban jantung yang terberat di umur kehamilan 32 minggu. Jadi, kalau hamil 1 bulan, 2 bulan, masih enteng. Begitu hamil 32 minggu atau kira-kira tujuh bulan sesak napas,” terangnya.

Dalam paparannya itu, dokter Hasto menegaskan bahwa ia sama sekali tidak melarang orang hamil. Namun, dirinya hanya mengingatkan terkait risiko.

Peran Ayah

Dokter Hasto juga menuturkan tentang peran ayah pada penurunan stunting, dalam hal ini terkait dengan cuti suami. “Suami cuti melahirkan itu salah satu yang juga mendukung (penurunan stunting)," ujarnya, seraya mengilustrasikan kegalauan yang mendera perempuan saat menjelang melahirkan.

Menurut dokter Hasto, seorang suami layak diberikan cuti seminggu sebelum hari perkiraan lahir (HPL). Dengan begitu, menjelang kelahiran, istri berada dalam kondisi tenang karena didampingi suami.

Ia menuturkan, cuti suami saat istri melahirkan setidaknya selama tiga minggu. Rinciannya, satu minggu sebelum HPL dan dua minggu setelahnya.

Baca juga : Dubes Ukraina Untuk Indonesia Vasyl Hamianin Peringati 2 Tahun Perang Sambil Nobar

Kata dokter Hasto, setelah melahirkan sebaiknya suami bisa mendampingi istri sampai 10 hari. Apa dasar ilmiahnya 10 hari? Menurut dokter Hasto, puncak perempuan mengalami 'postpartum blues' atau stres, depresi, neurosa, cemas, psikosa setelah melahirkan pada hari ke-3 sampai ke-10.

Dokter Hasto lalu menjelaskan gejala seorang ibu pasca persalinan yang mengalami stres berat. Seperti tersenyum sendiri, berbicara sendiri, menangis sendiri. "Jadi, pada saat masa sulit, saat ibu stres hari 3-10, menyusuinya belum sukses, kadang payudaranya bengkak, nyeri, alangkah indahnya suami mendampingi.

Anak Broken Home dan Stunting

Dokter Hasto juga menyinggung soal orang tua yang bercerai yang bisa mengakibatkan anak tidak terurus dengan baik. Sehingga parenting-nya menjadi tidak baik. Salah satu penyebab stunting karena anak tidak bahagia. "Kalau anak tidak happy, makannya nggak bagus,” ungkap dokter Hasto.

Menurutnya, anak yang hidup dalam keluarga broken home memiliki ketahanan yang lemah. Karena salah satu indikator dalam Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) adalah ketenteraman. Jika perceraian tinggi, maka ketenteraman akan turun.

“Indeks Pembangunan Keluarga bisa turun kalau seandainya banyak perceraian. Itu dampak terhadap indeks ya, tetapi dampak bagi keluarga sendiri adalah broken home,” ujar dokter Hasto, seraya menyatakan keprihatinannya bahwa angka perceraian semakin meningkat. Data yang dimiliki dokter Hasto menunjukkan belakangan ini lebih dari 500 ribu perceraian terjadi setiap tahun.

Baca juga : Panduan Lengkap Malam Nisfu Syaban 2024: Amalan, Doa, Keutamaan Dan Niat Puasa

Silaturahmi BKKBN bersama Tim Pendamping Keluarga, Keluarga Berisiko Stunting dan Masyarakat di sekitar Jakarta Timur merupakan salah satu upaya BKKBN memberikan sosialisasi program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Percepatan Penurunan Stunting, khususnya bagi para TPK dan KRS.

Undangan pada acara ini sebanyak 600 orang. Termasuk 100 TPK yang berasal dari sekitar wilayah Jakarta Timur. Acara ini juga diisi dengan tausiyah dari KH Zaky Mubarak.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.