Dark/Light Mode

Tak Terima Dipecat

Komisioner KPU Evi Novida Anggap Putusan DKPP Cacat Hukum

Senin, 23 Maret 2020 16:27 WIB
Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik (tengah), didampingi tim Kuasa Hukum, Fadli Nasution menyambangi Kantor DKPP di Jakarta, Senin (23/3/2020). Ist
Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik (tengah), didampingi tim Kuasa Hukum, Fadli Nasution menyambangi Kantor DKPP di Jakarta, Senin (23/3/2020). Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik mendatangi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Kedatangan Evi berserta kuasa hukumnya merupakan bentuk protes terhadap DKPP.

Dalam poin keberatannya, dia menganggap bahwa putusan kesimpulan Majelis DKPP yang dijadikan dasar putusan dalam perkara 317-PKE-DKPP/2019 tidak beralasan hukum.

Tim Penasihat Hukum Evi Novida Ginting Manik, Fadli Nasution dalam keterangannya menegaskan, bahwa putusan DKPP 317-PKE-DKPP/201 sangat berlebihan dan berpotensi abuse of power.

Pihaknya memandang DKPP perlu membatalkan putusan Nomor 317-PKE-DKPP/2019 yang menyatakan pemecatan dirinya sebagai komisioner. "Oleh karenanya pada hari ini, dengan mempedomani Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan saya mengajukan keberatan kepada DKPP," ujar Fadli dalam keterangan persnya di Jakarta Senin (23/3).

Dia menjelaskan beberapa alasan keberatannya. Fadli mengatakan bahwa dalam poin kesimpulan putusan DKPP menyatakan bahwa, Berdasarkan penilaian atas fakta persidangan sebagaimana yang diuraikan diatas, "setelah memeriksa keterangan pengadu, jawaban dan keterangan para Teradu, memeriksa bukti-bukti dokumen yang disampaikan Pengadu dan para Teradu." Dari poin tersebut pihak Evi sangat keberatan.

Baca juga : Ketua KPU Arief Budiman Siap Jawab Pertanyaan Penyidik

Kenapa ? Karena dalam fakta persidangan baik pada persidangan pada tanggal 13 November Tahun 2019, maupun persidangan pada tanggal 17 Januari 2020, Majelis Sidang DKPP tidak pernah melakukan pemeriksaan keterangan terhadap pengadu.

Sebab kata dia, dalam sidang tanggal 13 November 2019 pengadu atas nama Hendri Makaluasc pada saat diminta keterangan justru membacakan surat pencabutan laporannya/pengaduannya. Lalu pada sidang tanggal 17 Januari 2020, pengadu (Hendri Makaluasc) maupun pengacaranya tidak lagi menghadiri sidang DKPP.

"Maka kesimpulan Majelis DKPP tersebut diatas, tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi dalam persidangan, sehingga kesimpulan Majelis DKPP yang dijadikan dasar putusan dalam perkara 317-PKE-DKPP/2019 tidak beralasan hukum," tegasnya.

Poin keberatan lainnya adalah Bahwa setelah mencermati putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019, ternyata DKPP tidak melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2019. Dalam pasal tersebut tegas tertulis; Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.

Disebut bahwa rapat pleno Putusan dilakukan secara tertutup yang dihadiri oleh 7 (tujuh) orang anggota DKPP kecuali dalam keadaan tertentu dihadiri paling sedikit 5 (lima) orang. Namun dalam membuat putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 rapat pleno hanya dihadiri oleh 4 (empat) orang anggota DKPP.

Baca juga : Ketua KPU Arief Budiman Dipanggil KPK

"Dengan demikian putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tidak memenuhi syarat qorum rapat pleno untuk menjatuhkan putusan," katanya.

Semestinya, lanjut Fadli, dalam membuat putusan, DKKP mempertimbangkan syarat qorum, apalagi pada pengaduan DKPP No. 317-PKE-DKPP/X/2019 teradu adalah Ketua dan Anggota KPU, sedangkan Bawaslu hanya menjadi pihak terkait.

Sehingga anggota Bawaslu ex officio anggota DKPP dapat menjadi majelis dan atau terlibat dalam pengambilan keputusan. Apalagi pada tanggal 12 Maret 2020 Presiden sudah mengeluarkan Keputusan Nomor 30/P Tahun 2020 tentang pergantian Antar waktu Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Masa Tugas Tahun 2017 -2022 yang pada Pokoknya mengangkat Didik Supriyanto.

Dia bilang, Keputusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 dibuat dengan cara yang terburu-buru, tidak cermat, tidak mempertimbangkan qorum.

"Ini mestinya dinyatakan cacat hukum dan harus dinyatakan batalkan demi hukum," tegasnya.

Baca juga : Indriyanto: Kehadiran Hasto ke KPK Bentuk Penghormatan PDIP pada Hukum

Untuk diketahui, DKPP memecat Evi karena menilainya berperan dalam perubahan perolehan suara dan penetapan calon terpilih anggota DPRD Kalimantan Barat.

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, koleganya tak pernah mengintervensi perubahan perolehan suara hasil pemilu.

"Anggota KPU RI Evi Novida Ginting Manik sama sekali tidak berinisiatif atau memerintahkan atau mengintervensi atau mendiamkan terjadinya perubahan perolehan suara tersebut," kata Pramono dalam keterangannya, Kamis, 19 Maret 2020. [JAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.