Dark/Light Mode

KPK Menolak Pandemi Covid-19 dijadikan Dalih Pembebasan Koruptor

Sabtu, 4 April 2020 16:25 WIB
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron. (Foto: Tedy O.Kroen/RM)
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron. (Foto: Tedy O.Kroen/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyatakan tidak setuju dengan wacana pembebasan narapidana koruptor berusia 60 tahun ke atas yang dilontarkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.

"Saya menolak Pandemi Covid-19 ini jika dijadikan dalih untuk membebaskan koruptor," tegas Ghufron lewat pesan singkat, Sabtu (4/4).

Menurut Ghufron, napi kasus korupsi berbeda dengan tindak pidana umum yang kondisi lembaga pemasyarakatannya (lapas), over capacity hingga 300 persen.

"Napi korupsi yang selama ini dalam pemahaman kami kapasitas selnya tidak penuh, tidak seperti sel napi pidana umum. Tidak ada alasan untuk dilakukan pembebasan. Tidak adil kalau ternyata napi koruptor diperlakukan yang sama dengan napi yang telah sesak kapasitasnya," imbuhnya.

Baca juga : Di Tengah Wabah Covid-19, Pertamina Siaga Amankan Pasokan Energi Nasional

KPK, kata Ghufron, memahami keresahan masyarakat bahwa para pelaku korupsi selain melanggar hukum, juga telah merampas hak-hak masyarakat saat ia melakukan korupsi.

Dia menambahkan, KPK tidak pernah diajak Kemenkumham untuk membahas soal itu. Ghufron sendiri menilai, over kapasitas di lapas terjadi karena ketidakadilan.

Kemenkumham, disebutnya belum melakukan perbaikan pengelolaan Lapas dan melaksanakan rencana aksi yang telah disusun sebelumnya terkait dengan perbaikan Lapas.

"Pasca OTT di Lapas Sukamiskin membuktikan praktek korupsi atau suap di balik fasilitas terhadap narapidana terjadi, sehingga kapasitas sel menjadi tidak imbang," kritiknya.

Baca juga : Korban Covid-19 di China Lebih Sedikit, AS Penasaran

KPK pernah menemukan ribuan napi dan tahanan di Rutan atau Lapas yang over stay, seharusnya telah keluar, tapi karena persoalan administrasi masih berada di Lapas. Hal ini telah mulai diperbaiki Ditjen Pas.

Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah penyebab over kapasitas karena Napi kasus Narkotika yang seharusnya bisa mendapatkan rehabilitasi misalnya, atau napi kejahatan lain yang bukan korupsi.

Ghufron berharap, Kemenkumham serius melakukan pembenahan pengelolaan Lapas. Dengan cara ini, dapat dipastikan tujuan pembinaan di Lapas dapat tercapai.

"Termasuk, dalam hal terdapat Pandemi Corona ini. Sehingga over kapasitas dapat diminimalisir dan pemetaan napi yang patut dibebaskan dan tidak juga lebih terukur," tegas Ghufron.

Baca juga : KLHK Terjunkan Patroli Terpadu Di Sumatera

"Intinya, kami harap Kementerian Hukum dan HAM memiliki data yang akurat sebelum mengambil kebijakan di tengah Pandemi Covid-19 ini sehingga masyarakat bisa memahami kebijakan tersebut memang atas dasar kemanusiaan, dan dilaksankan secara adil," tutup dia. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.