Dark/Light Mode

Corona, The New Poor dan Diaspora

Rabu, 20 Mei 2020 08:21 WIB
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal (Foto: Istimewa)
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Men build too many walls, and not enough bridges (Newton).

Bencana wabah Covid-19 atau corona, telah mengubah banyak hal secara mendalam, dan mendadak. Seluruh kebiasaan, rutinitas, pola hidup, bahkan pemikiran kita, tiba-tiba tidak lagi sama.

Di samping itu, dalam hitungan bulan, Covid-19 ini telah bergandeng dengan tragedi baru: puluhan juta orang di seluruh dunia kehilangan pekerjaan.

Orang-orang terpental dari profesinya, dari tempat yang selama ini memberinya kehidupan. Di Indonesia, apakah itu disebut sebagai PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) atau unpaid leave (dirumahkan tanpa dibayar), eksesnya tak berbeda.

Baca juga : Siapkan SOP New Normal dengan Jelas

Pelan tapi pasti, satu klaster sosial baru yang bisa disebut sebagai “the new poor” atau masyarakat miskin baru, muncul. Hanya dalam waktu 2 bulan sejak penyebaran Covid-19 awal Maret 2020, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah menerima 1.727.913 nama orang-orang yang ter-PHK dan dirumahkan.

Ada 1.265.223 nama korban lagi yang tengah diverifikasi. Jika krisis Covid-19 ini berkepanjangan, angka ini diperkirakan bisa mencapai 5,2 juta orang atau lebih. Ini belum termasuk puluhan ribu pekerja migran Indonesia yang dipulangkan dari luar negeri.

Di belakang jutaan nama itu, berdiri puluhan juta anak, istri, suami dan para orang tuanya. Krisis ini meluluhlantakkan mimpi-mimpi mereka untuk tinggal landas menuju hidup yang lebih baik.

Sebelum Covid-19, kelompok pekerja penerima upah minimum yang tinggal di perkotaan, hidup secara pas-pasan. Bekerja minimal 40 jam seminggu, Senin hingga Sabtu. Rumah kemungkinan besar masih menyewa dan motor masih menyicil. Tabungan mungkin ada, walau sedikit sekali.

Baca juga : Takut Corona, Fletcher Pilih Pensiun

Sebanyak 25-30 persen penghasilan tersedot untuk membayar sewa rumah atau cicilan, kontrakan, serta kebutuhan sekolah anak-anaknya. Jika belum menikah, sebagian uangnya dikirim untuk orang tua di kampung.

Kelompok yang baru di-PHK dan dirumahkan ini tersebar di seluruh provinsi Indonesia, terutama di kantong-kantong padat industri. Kehilangan pekerjaan memudarkan harapan untuk membayar ongkos tempat tinggal, dan ini adalah kekhawatiran terbesar warga yang hidup di perkotaan.

The new poor sangat mungkin tiba-tiba menjadi the new homeless, barisan para tuna wisma baru. Saat nanti ekonomi mulai siuman, proses mendapatkan pekerjaan baru pun masih butuh waktu.

Rasanya akan seperti mengalami sleep paralysis, di mana kita telah terjaga seutuhnya namun belum bisa bergerak. Berbagai inisiatif dari pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi keadaan telah digelar.

Baca juga : FC Koln vs Mainz 05, The Billy Goats Tanpa Maskot

Program Kartu Prakerja, program bantuan sosial (bansos) beras bagi keluarga miskin, penambahan sasaran penerima Program Keluarga Harapan (PKH), restrukturisasi kredit perbankan, relaksasi pembayaran BPJS Ketenagakerjaan, relaksasi pembayaran pajak, insentif stimulus bagi UMKM dan dunia usaha dan lain-lain.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.