Dark/Light Mode

Pengamat: Masih Banyak Kalangan Salah Menilai RUU Cipta Kerja

Jumat, 29 Mei 2020 12:18 WIB
Direktur Institute for Digital Democracy Bambang Arianto
Direktur Institute for Digital Democracy Bambang Arianto

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Institute for Digital Democracy Bambang Arianto menyayangkan masih ada kalangan yang salah kaprah soal RUU Cipta Kerja.

Misalnya saja terkait pro kontra hilangnya upah minimum bagi para pekerja. Padahal kenyataannya tidak ada penghilangan upah minimun regional, meski dalam RUU Cipta Kerja ada penerapan upah minimum provinsi.

“Lagi pula upah minimum provinsi diterapkan bagi pekerja baru dari bulan kesatu hingga bulan ke-12. Untuk bulan ke-13 perusahaan wajib memberikan upah sesuai dengan upah minim regional daerah masing-masing. Itu ditujukan sebagai jaring pengaman sosial bagi para pekerja," jelas Bambang.

Baca juga : Pengamat Apresiasi Kinerja Kementan Selama Bulan Puasa dan Idul Fitri

Kemudian, soal hilangnya pesangon. Menurut Bambang di dalam RUU Cipta Kerja akan ada kompensasi sebesar pesangon yang diberikan kepada para pekerja kontrak. Sementara dalam UU yang lama, kata dia, tidak ada namanya kompensasi bagi pekerja kontrak. 

“Data Kemenaker hanya 30 persen pesangon yang bisa diberikan oleh pengusaha. Tapi wajar bila saat ini akan diubah skema pesangon lebih kecil. Dengan begitu, semua perusahaan dijamin bisa memberikan pesangon 100 persen kepada pekerja tetap," ungkap dia.

Selanjutnya soal outsourcing seumur hidup dan karyawan seumur hidup. Bambang bilang, itu tentu tidak benar. Pasalnya, outsourcing dalam RUU Cipta Kerja diatur sedemikian rupa agar tetap menguntungkan pekerja.

Baca juga : Perkuat Layanan Perdagangan Saham, Ajaib Akuisisi Primasia Sekuritas

Lalu adanya anggapan waktu kerja eksploitatif. Menurut dia, sebenarnya bukan eksploitatif tapi fleksibel.

“Maksudnya selama ini kita bekerja harus 8 jam per hari. Dengan adanya waktu kerja yang fleksibel akan membuka peluang kerja bagi ibu rumah tangga dan para generasi milenial untuk bisa bekerja di dua tempat sekaligus. Apalagi kita akan memasuki bonus demografi yang mayoritas pekerja kita dari generasi milenial," paparnya.

Selain itu, Bambang menanggapi isu pemutusan hubungan kerja (PHK) yang disebut-sebut akan dipermudah. 

Baca juga : Penasehatnya Langgar Lockdown, PM Inggris Cuek Aja

“Bukan seperti itu. Ketika terjadi PHK dan belum ada putusan final maka pekerja harus tetap diberikan upah oleh perusahaan,” katanya.

Dia juga menyinggung isu tenaga kerja asing, terutama buruh kasar yang akan bekerja di Indonesia dengan bebas. Padahal kenyataannya, tenaga kerja asing semakin diperketat untuk bisa bekerja di Indonesia.

“Untuk bisa bekerja di Indonesia, tenaga kerja asing harus bisa menunjukkan sertifikasi dari perusahaan sponsor. Hal itu untuk membuktikan kompetensi yang dimiliki. Kemudian tenaga kerja asing juga harus dapat alih teknologi atau transfer kelimuan kepada pekerja Indonesia," katanya. [MER]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.