Dark/Light Mode

Dibayangi Gelombang II Covid, Rupiah Ngos-ngosan

Jumat, 12 Juni 2020 09:30 WIB
Dibayangi Gelombang II Covid, Rupiah Ngos-ngosan

RM.id  Rakyat Merdeka - Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah dan kembali ke angka Rp 14 ribuan. Padahal, di pembukaan sebelumnya, rupiah telah menguat di bawah Rp 14 ribu.

Lemahnya nilai tukar rupiah ini antara lain dipicu oleh kekhawatiran merebaknya gelombang II Covid-19 di Tanah Air. Belum lagi, aneka sentimen negatif dari luar negeri.

Pada perdagangan spot hari ini, nilai tukar rupiah melemah sekitar 0,32 persen atau di level Rp 14.065 per dolar Amerika Serikat (AS), dibandingkan penutupan perdagangan kemarin di level Rp 14.020 per dolar AS.

Rupiah tak sendirian menghadapi pelemahan ini. Mayoritas mata uang Asia lainnya, juga senasib. Won Korea memimpin pelemahan mata uang Asia terhadap dolar AS, dengan pelemahan 0,81 persen disusul ringgit Malaysia yang melemah 0,72 persen, yuan China 0,27 persen, baht Thailand 0,27 persen, rupee India 0,25 persen, dan peso Filipina 0,14 persen.

Baca juga : Dampak The Fed, Rupiah Kembali Loyo

Sementara indeks dolar terhadap mata uang utama dunia, mengalami kenaikan di level 96,88 dari sehari sebelumnya, di titik 96,73.

Soal nasib rupiah, yang ditutup melemah 40 poin di level Rp 14.020 dari penutupan sebelumnya di level Rp 13.980, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, pihaknya memprediksi rupiah masih akan bergejolak di sesi perdagangan.

"Rupiah diprediksi bergerak di kisaran Rp13.950-Rp14.120 per dolar AS pada hari ini," kata Ibrahim, Jumat (12/6).

Menurutnya, pasar sudah memprediksi The Federal Reserve masih akan menahan suku bunga acuan 0 s.d 0,25 persen. Posisi itu tidak akan berubah sampai akhir tahun, bahkan diperkirakan berlangsung hingga 2022.

Baca juga : PKS Sebar APD Dan Nutrisi Kembali Di RS Covid Purbalingga

Namun, kecemasan pelaku pasar datang dari proyeksi perekonomian The Fed, yang lebih buruk dari sebelumnya.

Bank Sentral Amerika Serikat itu memproyeksi ekonomi Negeri Paman Sam terkontraksi 6,5 persen. Atau jauh memburuk dari pertumbuhan 2 persen sebelumnya.

Di satu sisi, ia juga menyoroti kekhawatiran terjadinya hard Brexit apabila periode transisi Inggris pada 1 Juli 2020 nanti, berakhir tanpa kesepakatan.

Uni Eropa telah menyampaikan peringatan keras kepada Inggris terkait hal itu.

Baca juga : Kemendagri Bakal Gelar Lomba Inovasi Daerah Sambut New Normal

Dari dalam negeri, Ibrahim menyebut biang keladi melemahnya nilai tukar rupiah adalah penambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia. Apabila tidak segera membaik, Ibrahim meyakini, masalah itu akan melebar ke sektor ekonomi dan keuangan.

“Jika pasien terus bertambah dalam jumlah besar, maka prospek ekonomi ke depan bakal tak menentu. Oleh karena itu, wajar kalau pelaku pasar agak takut dan cemas,” pungkasnya. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.