Dark/Light Mode

Tak Rela Tanah Adat Diambil

Aliansi Mahasiswa Toraja Geruduk MA Minta Keadilan

Selasa, 28 Juli 2020 20:28 WIB
Mahasiswa yang tergabung dalam aliansi mahasiswa Toraja seluruh Indonesia bersama warga asal Toraja di Jabodetabek menggelar aksi unjuk rasa di kantor Mahkamah Agung (MA), Mereka menuntut keadilan soal sengketa kasus tanah adat Lapangan Gembira
Mahasiswa yang tergabung dalam aliansi mahasiswa Toraja seluruh Indonesia bersama warga asal Toraja di Jabodetabek menggelar aksi unjuk rasa di kantor Mahkamah Agung (MA), Mereka menuntut keadilan soal sengketa kasus tanah adat Lapangan Gembira

RM.id  Rakyat Merdeka - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Toraja seluruh Indonesia bersama warga asal Toraja di Jabodetabek menggelar aksi unjuk rasa di kantor Mahkamah Agung (MA) Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta pusat, Selasa (28/7/2020).

Aksi unjuk rasa ini buntut dari "diambilnya" tanah adat Lapangan Gembira dan SMA Negeri 2 Rantepao, Toraja Utara oleh pihak dari luar masyarakat adat Toraja. Mereka menuntut keadilan soal kasus sengketa tanah adat tersebut yang saat ini tengah diajukan Peninjuan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.

Para mahasiswa ini berasal dari berbagai daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Toraja, Makassar, Manado, Papua, dan Kalimantan. Mereka menggelar atraksi ma’badong, sebuah tari yang biasanya dilakukan saat kematian.

Perwakilan mahasiswa Toraja dari Manado Lois Banne Noling mengatakan, Tari ma’badong merupakan simbol duka atas matinya keadilan dan hukum.

Di antara mereka hadir Kepala SMA Negeri 2 Rantepao, Yuliaus Lamma Bangke dan Ketua Ikatan Alumni SMA Negeri 2 Rantepao Wilayah Jabodetabek Imanuel Kala.

Baca juga : Ngaku Nggak Pernah Diajak Diskusi Soal Juknis, Golkar Minta PPDB DKI Diulang

Hadir pula sesepuh masyarakat Toraja Samuel Parantean Penasihat Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia (PMTI), Pither Singkali Ketua Bidang Hukum PMTI dan juga Ketua Gertak sekaligus pengacara Pemda Toraja Utara.

Para mahasiswa Toraja tersebut secara bergantian menyampaikan orasi di depan halaman MA sehingga menarik perhatian masyarakat yang melintasi Jl Medan Merdeka Utara itu.

Mereka meminta MA mengabulkan PK dengan mengembalikan tanah adat kepada masyarakat, yang selanjutnya terus dimanfaatkan sebagai fasilitas pelayanan publik termasuk SMA Negeri 2 Rantepao, Puskesmas, dan Telkomsel.

Mereka juga menuntut Kepolisian Republik Indonesia segera mengusut tuntas Laporan Polisi LBP/203/X/2018/SPKT terkait Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen (Pasal 263 KUHP) terkait perkara tersebut.

Sebab, sejumlah pihak diduga telah memalsukan dokumen dan juga ada saksi yang memberikan keterangan palsu.

Baca juga : Asosiasi Logistik Dorong Pemerintah Benahi Tol Laut

Tak hanya ke polisi, Mahasiswa Toraja juga meminta Komisi Yudisial segera menyelidiki perkara Sengketa Lapangan Gembira dan memeriksa para hakim yang mengadili Perkara Sengketa Lapangan Gembira.

"Kami juga mendesak Komisi III DPR untuk segera memanggil pihak terkait dalam kasus tanah adat tersebut, karena diduga keras terjadi praktik peradilan sesat," kata Lois Banne Noling.

Koordinator Steering Committee Mahasiswa Toraja Indonesia Ignatius Tandi Rano menjelaskan, sengketa lahan adat "Rante Menduruk" di Kabupaten Toraja Utara kini masuk dalam tahap PK.

Lahan seluas 3000 m2 tersebut awalnya adalah milik masyarakat adat yang dihibahkan kepada pemerintah untuk penyediaan fasilitas layanan publik seperti sekolah, gedung olahraga, puskesmas, dan sejumlah kantor milik pemerintah.

Dalam perkembangannya kata dia, lahan itu kemudian diklaim dan digugat oleh pihak lain dari luar masyarakat hukum adat Toraja dengan menempatkan pemerintah sebagai tergugat.

Baca juga : Tak Pernah Direkomendasikan KPK, Nazaruddin Kok Bisa Bebas?

Ignatius mengungkapkan, Pemda Toraja Utara bersama masyarakat adat bersama pemerintah telah 3 kali "kalah" dalam proses persidangan mulai dari tingkat pengadilan negeri di Makale, Tana Toraja, Pengadilan Tinggi di Makassar, dan pada tingkat kasasi di MA melalui Putusan Kasasi No.718 K/Pdt/2019 tanggal 12 Juni 2019.

Saat ini, upaya yang ditempuh untuk mendapatkan keadilan adalah dengan mengajukan peninjauan kembali sebagai upaya hukum terakhir. Menurutnya, masyarakat adat sendiri tidak pernah merasa menjual lahan tersebut kepada pihak manapun.

“Kami tidak rela sejengkal pun tanah adat di Lapangan Gembira, Rantepao diambil paksa oleh pihak yang sama sekali bukan bagian dari pemangku adat Toraja,” tegas Ignatius.

Para mahasiswa Toraja juga meminta Ketua MA Syarifuddin yang sebelumnya adalah Ketua Majelis Hakim kasasi kasus tanah SMA Negeri 2 Rantepao ini, agar memerintahkan siapa pun hakim yang menyidangkan PK tersebut untuk mengambil keputusan seadil-adilnya untuk masyarakat adat Toraja.

"Segala hal yang berkaitan dengan keterangan saksi, alat bukti agar benar-benar ditinjau kembali. Kami berharap tanah adat dikembalikan dan fungsinya tidak berubah, tetap seperti saat ini sebagai fasilitas pelayanan publik seperti Gedung Olahraga, Puskesmas, SMA Negeri 2 Rantepao dan Kantor Telkomsel," pinta Ignatius. [EDY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.