Dark/Light Mode

Pro Kontra Kerabat Pejabat Jadi Calon Kepala Daerah

Kalau Tak Suka Ya Tak Usah Dipilih, Gitu Aja Kok Repot...

Kamis, 10 September 2020 06:12 WIB
Pro Kontra Kerabat Pejabat Jadi Calon Kepala Daerah Kalau Tak Suka Ya Tak Usah Dipilih, Gitu Aja Kok Repot...

RM.id  Rakyat Merdeka - Politik dinasti mengemuka seiring majunya sejumlah kerabat dekat pejabat di panggung Pilkada 2020. Seperti keluarga Presiden Jokowi, Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.

Untuk diketahui keluarga presiden yang maju di Pilkada 2020 adalah Gibran Raka bu ming Raka, calon Wali Kota Solo dan Bobby Afif Nasution sebagai calon Wali Kota Medan.

Gibran merupakan putra sulung Jokowi, sementara Bobby adalah menantunya. Kemudian, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (Sara) merupakan keponakan Prabowo Subianto. Sara maju sebagai calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan.

Ada pula Siti Nur Azizah Ma’ruf, putri Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Azizah juga maju sebagai calon Wali Kota Tangerang Selatan.

Menanggapi politik dinasti, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, tidak ada hukum yang mengatur seorang kerabat pejabat publik tidak boleh maju sebagai calon kepala daerah.

Menurutnya, praktik nepotisme tidak bisa dihindari, termasuk dalam Pilkada 2020 yang akan digelar pada 9 Desember 2020.

Baca juga : KPK Paksa Calon Kepala Daerah Teken Pakta Integritas

“Mungkin kita, sebagian besar tidak suka dengan nepotisme. Tetapi harus kita katakan, tidak ada jalan hukum atau jalan konstitusi yang bisa menghalangi orang itu mencalonkan diri berdasarkan nepotisme atau sistem kekeluargaan sekalipun,” kata Mahfud dalam diskusi daring “Pilkada dan Konsolidasi Demokrasi Lokal”, Sabtu (5/9).

Komentar Mahfud ditanggapi netizen. Away Rahmat mengatakan, semenjak jadi menteri, Mahfud berbeda cara pikirnya. Mahfud sudah tergoda dengan duniawi.

“Seharusnya kita orang timur mengedepankan etika apalagi sebagai penguasa,” tandasnya. Kepz menyambar. Dia mengatakan, praktik politik dinasti memang tak melanggar hukum. Hanya saja ada oknum yang bibir dan lidahnya sangat fleksibel, dulu menentang dan menyindir keras.

“Sekarang justru melakukannya dan membela dengan segala penjuru,” sindirnya. Rama setia menyambung. Kata dia, Mahfud lupa dengan kepanjangan Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN)?

“Lagian tidak pantas seorang yang “katanya” pemimpin memberi contoh tidak baik,” kritiknya.

Suluh Dinata menimpali. Dia bilang, nepotisme membuat seseorang menjadi pejabat bukan karena kemampuan dirinya, namun karena pengaruh dari kerabat dan saudaranya.

Baca juga : Soal Penundaan Kasus Hukum Calon Kepala Daerah, KPK Masih Mikir

“Nepotisme merusak tatanan moral bangsa ini,” kata dia. Sekorene mengatakan, bangsa kita pernah dirusak Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).

Lalu bergeraklah masyarakat mengubah keadaan. Dan KKN tenggelam walau kadang muncul. “Tapi kini KPK dikebiri. Kolusi jadi rahasia umum. Dan kini Nepotisme mulai unjuk panggung. Duhai negeri,” imbuhnya.

David Wijaya mengatakan, adab dan akhlak ada dalam hati masing-masing. Tidak mungkin semua ditulis dalam hukum negara. Adab itu tergantung dari nurani masing-masing orang.

“Manusia beradab akan tahu unggah ungguh, mana yang pantas dan mana yang tidak pantas. Ini tidak perlu ditulis dalam hukum, tapi berasal dari kesadaran dan pendidikan seseorang,” tuturnya.

“Betul Pak, yang dipertimbangkan bukan hanya hukum, ahlak dan etika. Ini memang kembali kepada ahlak dan etika masing-masing,” saut Dyhen.

Guruh Sakti menyambung. Dia bilang, coba kalau dibuat Undang-Undang Pemilu tentang larangan mencalonkan bagi keluarga pejabat, pasti undang-undang tersebut akan digugat ke MK.

Baca juga : Nadiem: Kalau Ortu Tak Setuju,Tak Bisa Dipaksa

Dan dipastikan, gugatan tersebut akan dikabulkan. “Dulu memang Undang-Undang Pemilu sempat melarang politik dinasti, namun kalah di MK,” ungkap Corona Update.

Lain halnya dengan Viktor Sanjaya. Dia membela Mahfud. Kata dia, semua pengusaha juga ingin anaknya jadi pengusaha. Begitupun penguasa juga ingin anaknya jadi penguasa.

“Kalau nggak suka, tinggal nggak usah di pilih," katanya. [TIF]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.