Dark/Light Mode

Memaknai Sumpah Pemuda Di Era Covid

Beda Sikap, Yes Pecah Belah, No

Rabu, 28 Oktober 2020 06:49 WIB
Ilustrasi peringatan hari Sumpah Pemuda 2020. (Foto: Kemenlu RI)
Ilustrasi peringatan hari Sumpah Pemuda 2020. (Foto: Kemenlu RI)

 Sebelumnya 
Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi memandang pentingnya membangun pondasi iman, moral dan etika sebagai resep ampuh menjaga persatuan. Agar bunyi Sumpah Pemuda tidak berhenti di tataran kata-kata. Menurutnya, dengan iman dan moral yang tinggi, manusia akan terhindar dari sikap sombong dan arogan yang kerap jadi biang kerok perpecahan. “Anak muda sekarang lebih suka show off (pamer). Ingin cepat populer, ingin cepat kaya dengan menghalalkan segala cara,” kata petinggi MUi ini kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Ia juga menyayangkan, di era modern ini, banyak generasi muda yang hanya menjadi generasi penikmat. Bukan generasi pejuang. “Hindari materialistis dan hedonistis. Itu warisan syaithan. Narkoba, free sex, harus dihindari,” pesannya.

Baca juga : Bupati Maluku Tenggara Komit Terus Bangun Perbatasan

Dalam sudut pandang Islam, sambung Muhyiddin, adalah sunnatullah. Ketetapan Allah atau keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Karena itu, ia mengimbau peringatan hari Sumpah Pemuda dijadikan momentum untuk bersatu. “Bonus demografi Indonesia harus dimanfaatkan untuk bersaing men ciptakan hal-hal berguna bagi bangsa,” tambahnya.

Sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM) Sunyoto Usman merinci 3 faktor yang menjadi penentu solidaritas sosial. Yakni, ideologi negara bangsa (nation state), interdepensi ekonomi dan cross cutting afiliation (etnis, suku, agama). “indonesia menghadapi masalah tiga hal tersebut,” jelasnya, dalam obrolan dengan Rakyat Merdeka, tadi malam.

Baca juga : Kemenperin: Bonus Demografi Peluang Bangun Industri

Menurutnya, jargon Sumpah Pemuda semakin sulit diimplementasikan karena pengaruh transnational practices yang sangat deras dan semakin sulit dibendung. seperti free trade, network economy, hingga campur tangan kepentingan politik internasional. “Negara bangsa jadi borderless, makin kompleks,” tandasnya.

Lalu bagaimana caranya menghadapi semua itu, agar persatuan tak terkikis? “Hehehe... sulit ya? Di banyak negara menciptakan keadilan dan kesejahteraan. elite politik, birokrat, harus pintar. Kalau lemah dilibas kekuatan civil society,” pungkasnya. [SAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.