Dark/Light Mode

Soal Pelibatan TNI Dalam Kontra Terorisme

Tak Ada Tugas TNI Yang Dilaksanakan Otomatis

Sabtu, 14 November 2020 14:42 WIB
Letjen TNI (Pur) Agus Widjojo [Foto: lemhannas.go.id]
Letjen TNI (Pur) Agus Widjojo [Foto: lemhannas.go.id]

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketentuan konstitusional pengerahan TNI harus berdasarkan perintah presiden. Hal iniditegaskan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo.

Ketentuan ini, ujarnya, sesuai peraturan perundang-undangan, yakni hanya berdasarkan perintah presiden melalui pernyataan publik yang terbuka. Menurut Agus, ini demi adanya kontrol publik dan DPR. Sehingga tidak bisa dilaksanakan secara otomatis.

Sementara Panglima TNI, hanya dapat menentukan, bagaimana cara melaksanakan tugas. Namun sama sekali tidak bisa membuat keputusan politik tentang apa yang harus diperbuat TNI sebagai awal penugasan.

Baca juga : Menag: Terorisme Tak Dibenarkan Atas Alasan Apapun

Penjelasan ini disampaikan Agus saat menjadi Keynote Speaker dalam Webinar Seri ke-7 tentang “Pelibatan TNI dalam Kontra Terorisme, Rabu (11/11/2020) lalu. Acara ini digelar oleh Marapi Consulting and Advisory, bekerjasama dengan Jurusan Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Andalas (Unand), Sumatera Barat.

Agus menilai, masih banyak kalangan yang terbelenggu tatanan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), lalu berharap pelibatan TNI dalam kontraterorisme. Padahal, tanpa memahami dasar-dasar peraturan perundangan-undangan. Hal ini ditambah masih adanya kalangan TNI yang menganggap, doktrin TNI unik dengan perannya sebagai penjaga bangsa, sehingga tatanan dwifungsi ABRI masih dianggap berlaku.

Penyebabnya, jelas mantan Kepala Staf Teritorial TNI ini, karena adanya kontrol demokratik dari otoritas sipil yang masih lemah untuk menegakkan tatanan kemampuan berdasarkan kaidah demokrasi.

Baca juga : Polisi Belum Terima Pencabutan Laporan Penganiayaan Yang Dilakukan Bahar

Namun Agus menilai, upaya kontraterorisme menggunakan kerangka penegakan hukum (criminal justice system), sejauh ini sudah berjalan cukup efektif. Sehingga jika terorisme terjadi di dalam negeri, maka tanggungjawab fungsi penegakan hukumnya adalah oleh Polri.

Sementara TNI, fungsinya hanya sebagai pendukung bantuan ketika memang diperlukan. Ini pun, menurutnya, berdasarkan keputusan politik. Atau setelah adanya pernyataan keadaan darurat.

Sedangkan jika terorisme terjadi di luar jurisdiksi sistem hukum nasional, maka kondisi tersebut menjadi tugas dan kewenangan TNI. Agus menyatakan, penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) untuk TNI dalam peran menangani terorisme, akan rawan tumpang tindih peran dengan berbagai lembaga lainnya, seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Indonesia (BNPT), Polri, Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri, dan lainnya.

Baca juga : OMSP TNI dalam Penanggulangan Terorisme Sudah Tepat

Dia pun menyarankan, agar rancangan Perpres disempurnakan terlebih dahulu. Mendesaknya kebutuhan menerbitkan UU bantuan TNI kepada otoritas sipil di masa damai, yang dapat mewadahi peran bantuan TNI kepada pemerintah sipil pun juga harus dikemukakan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.