Dark/Light Mode

Jangan Gegabah Dan Egois, Klaster Kerumunan Terbukti Picu Lonjakan Kasus

Jumat, 27 November 2020 09:38 WIB
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito (Foto: Istimewa)
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kegiatan masyarakat yang mengundang kerumunan, terbukti berpotensi memunculkan lonjakan kasus positif Covid-19. Faktanya, kerumunan tersebut melahirkan klaster-klaster baru di berbagai daerah. Ini menunjukkan bahaya penularan Covid-19 masih terjadi.

"Berdasarkan data nasional, terdapat berbagai kegiatan kerumunan yang berdampak pada timbulnya klaster penularan Covid-19 di berbagai daerah di Indonesia," ujar Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito dalam keterangan pers virtual dari Istana Presiden, Kamis (26/11).

Rincian kasusnya, dari Sidang GPIB Sinode menghasilkan 24 kasus pada 5 provinsi. Klaster ini berawal dari kegiatan agama yang dilakukan di Bogor, Jawa Barat, yang diikuti 685 peserta. Yang kemudian berkembang dan menyebar ke provinsi lainnya yakni Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Barat.

Klaster kegiatan Bisnis Tanpa Riba menghasilkan 24 kasus di 7 provinsi, dan menimbulkan korban jiwa sebanyak 3 orang atau case fatality rate kasus ini mencapai 12,5 persen.

Baca juga : Tangkap Edhy Prabowo, KPK Turunkan Tiga Kasatgas

Sama seperti klaster GPIB Sinode, klaster ini berawal dari kegiatan yang ada di Bogor yang diikuti 200 peserta. Kasus ini berkembang dan menyebar ke berbagai provinsi seperti Lampung, Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Papua.

Di Lembang, Jawa Barat terdapat klaster Gereja Bethel. Kegiatan yang melibatkan sedikitnya 200 peserta menghasilkan 226 kasus, dengan infection rate mencapai 35 persen.

Klaster Ijtima Ulama di Gowa, Sulawesi Selatan, dengan total peserta sekitar 8.761 orang menghasilkan 1.248 kasus pada 20 provinsi.

Lalu, ada klaster Pondok Pesantren Temboro di Jawa Timur menimbulkan 193 kasus di 6 provinsi di lebih dari 14 kabupaten/kota dan 1 negara lain.

Baca juga : Pasca Kerumunan Petamburan, Kemenkes Dongkrak Rasio Pelacakan Kontak Erat

"Tak heran, klaster tersebut terjadi karena adanya kerumunan di masyarakat. Masyarakat sulit menjaga jarak," imbuh Wiku.

Fenomena klaster kerumunan juga pernah terjadi saat kapal pesiar besar Diamond Princess, mengangkut 2.000 - 4.000 penumpang dan harus dikarantina di Jepang pada bulan Februari tahun 2020.

Kondisi didalamnya penuh sesak, dan sulit menjaga jarak. Akibatnya,17 persen dari 3.700 penumpang dan awak kapal terinfeksi Covid-19.

Fakta ini mendukung penelitian Ibrahim dan Memish (2020), yang mengungkap adanya kemungkinan hubungan dua arah antara kerumunan dan penyebaran penyakit menular.

Baca juga : Dari Klaster Kerumunan Di Tebet Dan Petamburan, 80 Orang Positif Covid

"Ini penting untuk menjadi perhatian publik. Kerumunan itu harus dihindari," lanjut Wiku.

Kerumunan ini mendesak pemerintah untuk memasifkan 3T: testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan) dan treatment (perawatan) yang harus dilakukan segera dan menyeluruh. Karena periode inkubasi antara terpapar virus dan gejala rata-rata cuma butuh waktu 5 hari. Gejala dapat muncul 2 hari kemudian.

"Bisa disimpulkan, ada waktu sekitar 3 hari untuk melacak kontak erat tersebut. Setelah itu, isolasi segera, sebelum berlanjut ke penularan yang lebih luas lagi. Saya minta kesadaran dan kerja sama, untuk tidak berkerumun. Karena apa yang kita semai, inilah yang akan kita tuai. Jangan gegabah dan egois," pesan Wiku. [HES]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.