Dark/Light Mode

Hakim Kabulkan Permohonan Justice Collaborator

Tommy Sumardi Divonis Lebih Berat Dari Tuntutan

Rabu, 30 Desember 2020 06:35 WIB
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada Tommy Sumardi (Foto: Mohamad Qori/RM)
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada Tommy Sumardi (Foto: Mohamad Qori/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada Tommy Sumardi. Besan mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak itu terbukti menjadi perantara pemberian suap kepada dua pejabat Polri.

Majelis Hakim membeberkan, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Napoleon Bonaparte menerima suap 370 ribu dolar Amerika Serikat (AS) dan 200 ribu dolar Singapura.

Adapun mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Prasetijo Utomo menerima 100 ribu dolar AS.

“Menyatakan terdakwa Tommy Sumardi terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hokum, bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersamasama,” putus Ketua Majelis Hakim, Muhammad Damis.

Majelis Hakim juga mengenakan denda kepada pengusaha yang dekat dengan Partai Golkar ini sebesar Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Baca juga : Legal Manager PT Duta Palma Group Divonis Bebas, KPK Pelajari Putusannya

Meski mengabulkan permohonan Tommy untuk menjadi justice collaborator, Majelis Hakim menjatuhkan vonis lebih berat ketimbang tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). JPU hanya menuntut hukuman 1,5 tahun penjara

Dalam menjatuhkan vonis, Majelis Hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan. “Terdakwa dalam melakukan tindak pidana bersama-sama dengan terpidana (Djoko Tjandra) dan aparat penegak hukum,” nilai majelis.

Adapun hal yang meringankan, karena Tommy bersikap sopan, belum pernah dihukum, mengakui dan menyesali perbuatannya serta memiliki tanggungan keluarga. Dalam pertimbangan putusannya, majelis membeberkan suap kepada Irjen Napoleon Bonaparte agar mengupayakan penghapusan status red notice Djoko Tjandra dari sistem Interpol.

Juga menghapus nama Djoko dari Daftar Pencarian Orang (DPO) dan Enchanced Cekal Sistim (ECS) pada Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM).

Menurut Majelis Hakim, Napoleon mengetahui status red notice Djoko Tjandra masih dibutuhkan pihak Kejaksaan Agung. Tapi hal itu tidak jadi prioritas Napoleon. “Irjen Napoleon Bonaparte justru lebih memprioritaskan menyurati imigrasi,” nilai majelis.

Baca juga : Berdasarkan SOP Pemakaman Pasien Ada 283, Jumlah Kematian Covid-19 di DKI Lebih Besar dari Data Kemenkes

Surat itu memberitahukan, bahwa status red notice Djoko telah terhapus dari sistem Interpol pusat di Lyon, Prancis. Juga menyampaikan bahwa National Central Bureau (NCB) InterpolIndonesia tidak membutuhkan nama Djoko dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Akibat surat tersebut, Imigrasi menghapus nama Djoko dari DPO. Djoko pun bisa melenggang masuk Indonesia tanpa ditangkap. Terpidana kasus cessie Bank Bali itu hendak mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) perkaranya.

Majelis juga membeberkan peran Prasetijo. Yakni memperkenalkan Tommy dengan Napoleon. Semula, Tommy menawarkan Rp 3 miliar untuk mengupayakan penghapusan red notice Djoko Tjandra. Napoleon meminta Rp 7 miliar.

Tommy lalu melapor ke Djoko Tjandra. Ia bilang butuh dana Rp 15 miliar. Djoko hanya bersedia memberikan Rp 10 miliar. Uang diserahkan bertahap melalui sekretaris Djoko Tjandra, Nurmawan Fransisca dan sopir Djoko. Totalnya 500 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura.

Tommy menyerahkan uang secara bertahap kepada Napoleon. Hingga berjumlah 370 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura. Adapun untuk Prasetijo 100 ribu dolar AS.

Baca juga : Penjualan Properti Lippo Karawaci 23 Persen Lebih Besar dari Target

Tommy dan penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim. Begitu pula JPU.

Usai sidang, anggota Tim Penasihat Hukum Tommy, Dion Pongkor mengungkapkan rasa kecewanya atas putusan hakim. Menurutnya, hakim tidak mempertimbangkan status Tommy sebagai JC untuk meringankan vonis.

Lantaran itu, pihaknya mempertimbangkan untuk banding. “Kemungkinan banding pasti ada. Kita pikir-pikir dulu,” tutupnya.  [BYU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.